Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) gelombang kedua sebagai dampak resesi tak terelakan. Suplai pemerintah terhadap dampak buruk global, lantaran pandemi virus Corona (Covid-19) inipun tak berpengaruh banyak terhadap gejolak yang ditimbulkan.
Kesenjangan sosial, angka kriminalitas, sampai mosi tidak percaya terhadap pemerintah ini pun marangsang semua elemen bergerak. ”Buruh yang begitu terdampak. Buruh yang menjadi objek vital dalam gerakan itu. Posisi ini akan dimanfaatkan lawan politik, mencari jalan, dengan bergulirnya anggaran dari cukung yang selama ini terdesak dengan kebijakan yang diterapkan,” jelas Direktur Political and Public Policy Studies Jerry Massie, kepada Fajar Indonesia Network (FIN) Rabu (30/9).
Dikatakan Jerry, Pemerintah telah menargetkan tingkat pengangguran terbuka dalam rentang 7,7%-9,1% dan tingkat kemiskinan 9,2%-9,7% pada APBN 2021.
”Kalau sama-sama kita hitung, angka tersebut turun dibandingkan proyeksi pemerintah tahun ini. Dari paparan Menkeu dan Menko di beberapa kesempatan, kita bisa pastikan bahwa indikatornya karena ada skenario terberat dampak pandemi Covid-19 yakni pengangguran mencapai 9,02% dan kemiskinan 10,98%,” terang Jerry.
Nah jika muncul perkiraan pengangguran akan turun pada tahun depan tetapi disumbang oleh meningkatnya tenaga kerja di sektor informal ini klise.
”Ini hanya harapan dari pemerintah. Memberikan narasi sebagai alasan. Banyak pekerja yang terkena PHK tahun ini akan beralih ke sektor informal, seperti ojek online, berdagang di kaki lima, dan sebagainya itu hanya hitungan kasar. Berapa besaran angkanya pun kita tidak tahu karena belum ada data BPS yang menunjukan angka ril itu. Maka, angka BPS harus adjusment atau disesuaikan dengan kementerian terkait biar tak misinfomation,” ungkap Jerry.
Yang pasti, sambung dia, secara kondisi rata-rata pendapatan masyarakat menurun. ”Jelas ini menjadi tantangan pemerintah. Untuk menggolkan keinginannya. Tapi secara hitungan matematis, dampak sosiologi, tingkat kepercayaan publik terhadap langkah pemerintah akan merosot, jika mengatasi angka penganguran, kemiskinan saja tidak bisa. Sekalai lagi kita semua berhadap, narasi kritis yang disampaikan benar-benar menjadi pemantik reaksi agar stakeholder terkait bergerak, realistis dalam pecapaian hasil kerja,” tukasnya.
Terpisah, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengantisipasi terjadinya gelombang PHK sebagai dampak dari resesi.
”Mengantisipasi terjadinya gelombang PHK dampak dari resesi, dengan menggiatkan balai latihan kerja (BLK) di setiap provinsi dan program lain ini yang paling pokok,” jelas Bambang Soesatyo.
Dengan demikian sambung, Bamsoet dapat meningkatkan taraf hidup para tenaga kerja tersebut dan dapat mengurangi jumlah penerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.
Kemudian, mendorong pemerintah terus mendukung produktivitas dunia usaha dalam negeri dengan berupaya menekan dampak pandemi Covid-19 terhadap dunia usaha melalui sejumlah insentif.
Seperti, insentif fiskal atas impor barang dan bahan untuk proses produksi barang jadi berupa fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP), sebagai upaya mengantisipasi dampak pandemi terhadap produktivitas sektor industri dalam negeri.
”Segerakan langkah-langkah cepat dan menguatkan koordinasi untuk menciptakan kembali lapangan pekerjaan yang disesuaikan dengan kondisi ini yang penting,” pungkasnya. (ful/zul/fin)