Bareskrim Polri diyakini tidak punya bukti kuat terkait kasus dugaan suap red notice dari Joko Soegiarto Tjandra kepada Irjen Pol Napoleon Bonaparte. Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri tersebut menilai penyidikan perkara terhadap dirinya cacat hukum.
"Pemohon meyakini sampai saat ini penyidik tidak memiliki barang bukti suap, sebagaimana yang disangkakan dalam pasal-pasal pidana, yang dicantumkan dalam surat perintah penyidikan," ujar kuasa hukum Napoleon, Putri Maya Rumanti, dalam sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta, Senin (28/9) kemarin.
Napoleon, lanjutnya, juga mengaku tidak pernah menerima suap dalam bentuk apapun dari Joko Tjandra. Karena itu,pihaknya meminta majelis hakim menggugurkan status tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Spri n.sidik/50.a/Vlll/2020/Tipidkor tanggal 5 Agustus 2020.
"Pemohon tidak pernah menerima pemberian suap atau janji dalam bentuk apapun terkait red notice atas nama Joko S Tjandra," jelas Putri.
Seperti diketahui, Irjen Pol Napoleon Bonaparte mengajukan praperadilan terkait penetapan status tersangka dalam kasus dugaan suap terkait red notice Joko Tjandra. Napoleon meminta majelis hakim membatalkan status tersangka tersebut.
Selain Napoleon, perwira tinggi Polri lain yang ditetapkan dalam kasus serupa adalah mantan Karo Korwas PPNS Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Selanjutnya Joko Tjandra dan pengusaha bernama Tommy Sumardi.
Dia meminta majelis hakim menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut terkait penetapan tersangka terhadap kliennya.
Putri menyebut pernyataan Bareskrim melalui Divisi Humas Polri kepada pers dinilai tendensius. "Termohon (Bareskrim Polri, Red) melalui keterangan pers secara terbuka pada tanggal 27 Agustus 2020 sangat tendensius," terangnya.
Dia mengaku keberatan Napoleon disebut menerima suap dari Joko Tjandra. Tuduhan itu, lanjut Putri, melanggar asas praduga tak bersalah. "Divisi Humas menyatakan para tersangka, termasuk pemohon telah mengaku menerima suap sejumlah uang dari Djoko Tjandra terkait penghapusan red notice. Ini merupakan tindakan yang melanggar asas presumption of innocence," imbuhnya.
Putri menyebut tudingan tersebut sangat prematur. "Diungkapkan kepada publik bahwa status pemohon sebagai tersangka dengan menyebutkan benda yang disita adalah uang sejumlah USD 20 ribu. Padahal, uang tersebut disita dari tersangka lain."
Dia menyebut penyidik tak mengkonfirmasi perihal uang tersebut kepada kliennya. "Apalagi diperlihatkan kepada klien kami. Sama sekali tidak," tutur Putri.
Menurutnya, tindakan tersebut menimbulkan kerugian moril maupun materi yang besar kepada Napoleon. Putri mengungkit kliennya adalah penerima Bintang Bhayangkara Nararya dari negara.
Sementara itu, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri melimpahkan tahap II perkara kasus pemalsuan surat atas nama tersangka Joko Tjandra, Anita Kolopaking, dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur.
"Pelimpahan tahap II sudah dilaksanakan," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Ferdy Sambo di Jakarta, Senin (28/9). Ini setelah berkas perkara ketiga tersangka dinyatakan lengkap atau P21 oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung.
Ferdy menuturkan, ada 66 barang bukti yang disertakan. Namun Ferdy tidak merinci secara detail apa saja barang bukti tersebut. "Ada 66 jenis barang bukti kasus surat palsu dari 3 tersangka ini," ucap mantan Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya ini.