Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menghapus pelajaran Sejarah dipastikan tidak akan terjadi. Yang ada justru memajukan mata pelajaran Sejarah menjadi bacaan yang menarik.
Hal tersebut ditegaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim. Dia juga mengatakan pihaknya tidak akan melakukan penyederhanaan kurikulum hingga 2022.
"Penyederhanaan kurikulum tidak akan dilakukan sampai tahun 2022. Pada 2021, kami akan melakukan berbagai macam prototyping di Sekolah Penggerak yang terpilih dan bukan dalam skala nasional. Jadi, sekali lagi tidak ada kebijakan apapun yang akan keluar di 2021 dalam skala kurikulum nasional. Apalagi, penghapusan mata pelajaran sejarah," ujarnya dalam keterangannya, Minggu (20/9) kemarin.
Dia pun menegaskan masyarakat jangan meragukan komitmennya akan sejarah kebangsaan. Sebab, misinya adalah untuk memajukan pendidikan sejarah agar kembali relevan dan menarik bagi anak-anak.
"Kakek saya adalah salah satu tokoh perjuangan dalam kemerdekaan Indonesia pada 1945. Ayah dan ibu saya aktivis nasional untuk membela hak asasi rakyat Indonesia dan berjuang melawan korupsi. Anak-anak saya tidak mengetahui bagaimana melangkah ke masa depan tanpa mengetahui dari mana mereka datang," ujarnya.
Ditegaskannya, misi dirinya setelah ditunjuk sebagai Mendikbud adalah kebalikan dari isu yang timbul (penghapusan mata pelajaran sejarah).
"Saya ingin menjadikan sejarah menjadi suatu hal yang relevan untuk generasi muda dengan penggunaan media yang menarik dan relevan untuk generasi baru kita agar bisa menginspirasi mereka," ucapnya.
Menurutnya, identitas generasi baru yang nasionalis hanya bisa terbentuk dari suatu kenangan bersama yang membanggakan dan menginspirasi.
"Sekali lagi saya imbau masyarakat, jangan biarkan informasi yang tidak benar menjadi liar. Semoga klarifikasi ini bisa menenangkan masyarakat. Sejarah adalah tulang punggung dari identitas nasional kita. Tidak mungkin kami hilangkan," tegasnya.
Ditambahkannya, isu penghapusan sejarah itu keluar, karena ada presentasi internal yang keluar ke masyarakat dengan salah satu permutasi penyederhanaan kurikulum.
"Pihaknya memiliki puluhan versi berbeda, sekarang yang sedang melalui FGD dan uji publik. Semuanya belum tentu permutasi tersebut yang menjadi final," terangnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR Agustina Wilujeng juga menyesalkan bila memang pelajaran sejarah dihapus. Menurutnya pelajaran sejarah justru eharusnya menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa di sekolah.
"Mata pelajaran sejarah ini membangun pondasi pemahaman anak-anak di masa depan. Anak-anak ini meneruskan pendahulunya," katannya.
Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan pelajaran sejarah merupakan proses mengenal tata nilai budaya. "Bung Karno berpesan, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah," tegasnya.
Senada diungkapkan Ketua Umum Masyarakat Sejarawan Indonesia Hilmar Farid. Dia meminta agar pelajaran sejarah tetap dipertahankan sebagai pelajaran wajib di sekolah. Sebab merupakan instrumen strategis untuk membentuk identitas dan karakter siswa.