Dari sisi transportasi umum ganjil genap kembali ditiadakan, kapasitas mobil pribadi maksimal dua orang per baris kursi kecuali berdomisili di alamat yang sama, seluruh tranportasi publik maksimal 50% dari kapasitas dengan frekuensi layanan dan armada yang dikurangi, serta ojek online masih diizinkan mengankut barang maupun penumpang dengan protokol kesehatan ketat.
Adapun kebijakan pengetatan PSBB diatur melalui Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2020 tentang perubahan atas Pergub No.33/2020 tentang pelaksanaan PSBB dalam penanganan Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta.
Menanggapi beberapa sentimen yang muncul tentang PSBB, Anggota DPR Marwan Jafar mengingatkan semua pihak agar tidak ada pembenturan antara faktor kesehatan dan ekonomi dalam proses atau upaya pengendalian Covid-19.
”Tentu saja Madzhab kesehatan dan ekonomi harus diduetkan, jangan diduelkan,” kata Marwan kepada wartawan.
Mantan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi itu mengajak semua pihak untuk menghindari pertentangan kontraproduktif soal faktor ekonomi dan kesehatan.
Koordinator The Independent Community for Peace and Hummanity ini mengajak semua pihak untuk bijak mendudukkan perkara kesehatan dan ekonomi sehingga Covid-19 dapat tertanggulangi dengan baik. Pada masa wabah saat ini, kata dia, tidak perlu saling menyalahkan, apalagi merundung satu sama lain tanpa didasari keakuratan data.
”Saatnya menghidupkan ruang solusi bersama, antara lain dengan menumbuhkan solidaritas ide dan gagasan bersama rakyat atau melalui lembaga perwakilan rakyat dalam mengambil kebijakan bersama, bukan malah mempolitisasi antara satu sama lain,” paparnya.
Marwan mengatakan harus ada ruang solusi ide bersama untuk kepentingan nasional dalam memerangi Covid-19. ”Bangsa yang kokoh dan solid akan tetap eksis dan menang melewati pandemi global ini,” jelasnya.
Terpisah ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengkritik payung hukum yang muncul saat pandemi 6 bulan lalu karena tidak menjadi solusi penanganan Covid-19.
Faisal menyebut salah satunya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 sebagai contoh payung hukum yang lebih condong mengamankan keuangan dan perbankan dibanding kesehatan.
”Perppu 1/2020 ini bukan perppu tentang menangani Covid-19 secara extraordinary, melainkan untuk mengantisipasi masalah Covid-19 merembet sektor keuangan dan perbankan,” kata Faisal dalam seminar nasional Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan Covid-19 di Indonesia secara daring tadi malam.
Faisal menilai seharusnya pemerintah mengeluarkan regulasi yang dapat menangani Covid-19 secara luar biasa (extraordinary). Misalnya, kata dia, perppu agar alat pelindung diri (APD) bisa diproduksi oleh industri otomotif yang produksinya sedang anjlok.
”Ya, dan macam-macam (perppu lain) yang semacam itu,” kata Faisal.
Selain itu, struktur pejabat yang mengisi organisasi Komite Kebijakan Pengendalian COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional juga dinilai lebih condong pada penanganan perekonomian. ”Kita lihat Ketua Komite kebijakannya Menteri (Koordinator) Perekonomian, kemudian (wakil ketua) ada Menkeu, lalu ketua pelaksananya ada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” kata Faisal.
Sebelumnya rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan PSBB total mulai Senin (14/9) menimbulkan kegaduhan. Sampai-sampai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menilai kegaduhan tersebut muncul lantaran kesalahan tata kata yang digunakan saat mengumumkan kebijakan tersebut.
”Sejak awal pemerintah pusat telah mengetahui bahwa status DKI Jakarta akan menerapkan PSBB. Akan tetapi seolah-olah Jakarta menarik rem darurat. Karena ini tata kata, bukan tata negara,” kata Mahfud.