Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2015, Perubahan atas Perda Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern sudah dibuat.
Sayangnya, peraturan bupati untuk penerapan perda belum ada.
Hal ini, menurut Bambang Asmoyo, salah satu pemerhati sosial, perda tersebut seperti macan ompong. Sebab, perda tidak dapat dilaksanakan ketika perbupnya juga belum dibuat.
"Ini bisa digugat jika dalam melakukan penataan pasar mendasarinya hanya perda. Sementara perbupnya belum ada," ucapnya, Jumat (11/9).
Diketahui, sejumlah toko modern atau minimarket di Kabupaten Tegal dinilai telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2015, Perubahan atas Perda Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern. Dalam perda tersebut terdapat pasal yang mengatur soal jarak maupun pendirian di wilayah kecamatan.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kabupaten Tegal Imam Wahyudi mengapresiasi pemerintah yang sudah membuat perda soal Penataan Pasar Trasidional, Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern itu. Sayangnya, pemerintah belum sepenuhnya menjalankan peraturan tersebut.
Dalam perda tersebut, ada pasal yang mengatur soal pendirian toko modern di wilayah kecamatan hanya ada tiga buah. Begitu pula soal jarak. Dalam perda itu, jarak pendirian toko modern atau minimarket minimal 100 meter dari pasar tradisional.
"Apakah ini tidak melanggar. Jika melihat dari itu jelas melanggar. Tapi apakah ada klausul lain yang membolehkan,” katanya.
Adanya toko modern itu, tambah Imam Wahyudi, jelas sangat berdampak pada pedagang pasar. Padahal kontribusi paling tinggi di daerah itu ada di pasar tradisional. Meski demikian, dirinya tidak menolak adanya toko modern. Namun, pemerintah perlu mensinkronisasi soal ekonomi kerakyatan.
Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Tegal Miftahudin menyampaikan, Perda Nomor 4 Tahun 2014 itu dibuat untuk melakukan penataan dan pembinaan bagi pelaku usaha. Dalam perda itu disebutkan, di pasal 11 bahwa di wilayah kecamatan ada tiga buah.
Penetapan di pasal tertentu, diputuskan dengan keputusan bupati, dengan mempertimbangkan analisa sosial masyarakat.
Di pasal lain juga disebutkan bahwa para pelaku usaha dalam hal ini toko modern harus memliki izin usaha. Jika ditemukan ada pelaku usaha beroperasi tanpa izin usaha, dapat dipidana sekurangnya 6 bulan dan diberikan denda.
”Tugas kami membuat perda, kemudian penerapannya dilakukan oleh pihak eksekutif,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Tegal Fakikhurohim menjelaskan bahwa toko modern, khususnya toko modern yang berjejaring di Kabupaten Tegal kurang lebih ada 112. Bupati dalam hal ini melakukan moratorium soal perizinan toko modern atau minimarket berjejaring. Artinya, sementara ini tidak mengeluarkan izin baru kepada minimarket berjejaring yang akan beroperasi. (guh/ima)