Kira-kira saya tahu wilayah ini. Saya pernah menjelajah kawasan itu. Termasuk pernah mengemudi sendiri dari Atlanta ke Agusta –melihat lapangan golf yang selalu dipuja teman saya Robert Lai itu.
Lebih tepatnya lagi tanah 40 hektare itu ada di satu kawasan tidak bernama. Dekat dengan Toomsboro.
Nantinya "kota 40 hektare" itu disebut: Freedom Georgia Initiative.
Kini lahan itu sudah mulai dibuldozer. Sudah pula dipasarkan.
Desain dan penataan kawasan ini mendapat inspirasi dari pedesaan Wakanda, di film Black Panther. Yang bintang utamanya baru saja meninggal itu.
Tapi misi ideologisnya bukan dari film yang fiksi itu. Inspirasinya dari film yang nyata-nyata terjadi di dunia. Bahkan terjadi di Georgia: terbunuhnya Ahmaud Arbery. Yakni pemuda kulit hitam, 25 tahun, yang suka olahraga jogging.
Malam itu Arbery lagi jogging di kawasan yang tenang dan indah. Di musim panas seperti itu –apalagi di wilayah selatan seperti Georgia– tempat tadi terasa sangat nyaman.
Arbery mati ditembak di tempat jogging itu.
Nasib. Yakni nasibnya yang berkulit hitam. Hanya karena ia kulit hitam –maksudnya ialah yang pantas dicurigai sebagai pencuri yang lagi dikejar– maka ia yang ditembak.
Ia sendiri memang lagi lari –jogging beneran.
Peristiwa itu menimbulkan kemarahan yang meluas. Itulah sebabnya ketika terjadi lagi kasus matinya George Floyd tiga bulan kemudian kemarahan meledak hebat sekali. Floyd adalah orang kulit hitam yang ditelikung polisi kulit putih di Minneapolis.
Kelihatannya dua kejadian itu selisih hampir tiga bulan. Tapi kemarahan akibat tragedi yang menimpa Arbery masih terus panas sampai Floyd meninggal dunia.
Itu karena tiga orang kulit putih yang menembak Arbery tidak segera ditangkap. Bahkan sampai dua bulan kemudian.
Nanti saya jelaskan mengapa mereka tidak segera ditangkap. Padahal nama, alamat dan orangnya jelas ada di lokasi itu.
"Hanya karena kulit hitam ia harus dipaksa mati."
"Dan pembunuhnya aman-aman saja."