1,5 Juta Tenaga Medis yang Tersisa Dalam Bahaya, 100 Dokter Meninggal Kerugian Besar bagi Indonesia

Jumat 04-09-2020,08:00 WIB

Sedikitnya 1,5 juta tenaga medis yang kini tersisa menjadi tulang punggung penanganan wabah virus corona (Covid-19) di Indonesia. Dalam perjalanannya, fakta jatuhnya korban meninggal hinga 100 orang itu menuntut pemerintah untuk meletakan konsentrasi itu pada garda terdepan.

Humas Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Halik Malik, mengatakan 100 dokter dan tenaga medis yang meninggal karena terpapar virus corona dalam usaha penanganan pandemi. ”Ini alarm yang begitu keras. IDI telah memberikan ucapan bela sungkawa khusus untuk 100 sejawat yang gugur,” tutur Halik, Kamis (3/9).

Wafatnya 100 tenaga medis yang meninggal pun sempat mendapatkan tanggapan dari pakar epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman. ”Tenaga medis maupun dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19 adalah kerugian besar bagi Indonesia,” ucapnya.

Berdasarkan data Bank Dunia, jumlah dokter di Indonesia terendah kedua di Asia Tenggara, yaitu sebesar 0,4 dokter per 1.000 penduduk. ”Nampak sekali terlihat jika secara kuantitas Indonesia hanya memiliki empat dokter yang melayani 10.000 penduduknya. Sehingga, kehilangan 100 dokter sama dengan 250.000 penduduk tidak punya dokter. Ini benar-benar pukulan,” kata Dicky.

Fajar Indonesia Network (FIN) juga melansir sebuah laporan yang dipublikasikan beberapa hari terakhir oleh organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Inggris. Dalam laman tersebut tingginya angak sebaran Covid-19 meluas bukan hanya pada negara dengan tingkat sekuriti yang ketat.

Rusia contohnya, mencatatkan jumlah tertinggi kematian tenaga kesehatan akibat Covid-19, yaitu sebanyak 545 orang. Setelah Rusia, jumlah kematian tenaga kesehatan tertinggi dicatatkan oleh Inggris, yaitu sebanyak 540 orang, termasuk 262 pekerja layanan sosial.

Disusul Kemudian, Amerika Serikat (AS) juga mencatatkan jumlah kematian tenaga kesehatan yang tinggi, yaitu 507 orang. Bahkan, Amnesty menyebut bahwa jumlah kematian global secara total kemungkinan jauh lebih tinggi, terutama dengan adanya kasus-kasus yang tidak dikonfirmasi.

Menangapi hal ini Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir menyampaikan sebanyak 1,5 juta tenaga medis menjadi prioritas penerima vaksin.

”Jelas saya menegaskan bahwa 1,5 juta tenaga medis saat ini harus dipastikan dapat vaksin lebih dulu. Karena mereka yang terdepan melakukan imunisasi atau vaksinasi massal,” ujar Erick Thohir yang juga Menteri BUMN usai pertemuan dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Jakarta, Kamis (3/8).

Erick Thohir menambahkan jumlah itu masih dalam hitungan estimasi. Pihaknya masih terus dikonsolidasi dengan IDI, PPNI, serta Ikatan Bidan Indonesia. ”Tadi dapat masukan kriteria dokter dan perawat, karena ada macam-macam dokter, ada dokter paru, jantung, dan lain-lain,” kata Erick Thohir.

Nah, dari data dari IDI dan PPNI penting untuk memastikan tim medis terdepan yang menjadi prioritas. ”Kita minta masukan IDI supaya jangan sampai salah konsolidasi data, termasuk perawat. Kalau nanti bahan baku sudah bisa diproduksi, kita masukan dalam skala prioritas yang menjadi garda terdepan,” papar Erick Thohir.

Tenaga medis itu menjadi kekuatan Indonesia untuk melakukan imunisasi atau vaksinasi massal pada awal tahun depan atau akhir tahun 2020. Erick Thohir juga mengatakan vaksinasi dilakukan dengan dua skema yakni melalui bantuan pemerintah dan vaksin secara mandiri.

”Tapi bukan berarti yang bayar didahulukan dari yang gratis, bukan. Nanti ada sinkronisasi jadwal data, jadi bukan juga diputarbalikkan seakan-akan pemerintah cari uang, tapi pemerintah punya gratis,” ucap Erick.

Menanggapi penegasan Erick, Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih berharap semua pihak dapat bekerjasama, berkoordinasi dengan komite dalam melaksanakan vaksinasi. ”Pada saatnya nanti, penyuntikan vaksin di lapangan kami akan koordinasi sampai tingkat kabupaten bahkan kecamatan,” singkatnya.

Di luar konteks persiapan pemerintah dalam pengadaan vaksin, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ariyo DP Irhamna menyebutkan pemerintah harus menyiapkan anggaran sebesar Rp75 triliun untuk pengadaan vaksin Covid-19.

Tags :
Kategori :

Terkait