Keputusan pemerintah memperketat impor sepeda roda dua dan roda tiga cukup mengagetkan para importir. Seharusnya, penerapan regulasi tersebut tidak dalam jangka waktu yang terlalu mendadak.
Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto menyampaikan, pihaknya memperketat impor sepeda karena produk tersebut sudah tidak terbendung lagi di mana saat ini masyarakat sadar menjaga kesehatan di tengah pandemi Covid-19 dengan berolahraga sepeda.
Selain sepeda, juga diatur barang konsumsi lainya, yakni produk alas kaki dan elektronik yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 68 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Impor Alas Kaki, Elektronik, dan Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga.
"Terjadi kenaikan impor barang konsumsi 50,64 persen berupa makanan dan minuman, alas kaki, elektronik, dan sebagainya. Bahkan, terdapat barang yang nilai pertumbuhannya di atas 70 persen pada rentang waktu bulan Mei sampia Juni 2020," katanya dalam keterangan resminya, kemarin (1/9).
Untuk sepeda, kata Agus, aturan baru mewajibkan para pelaku usaha wajib memiliki Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS), sebagai pemenuhan persyaratan impor sepeda. Sementara mekanisme pengawasan yang semula dilakukan di luar kawasan paben (post border), namun kini dilakukan di kawasan pabean (border).
Dalam Permendag tersebut, pemerintah mengatur tata niaga impor tiga jenis kelompok barang yang mencakup 11 pos tarif atau HS. Pertama, kelompok sepeda roda dua dan roda tiga dengan kode HS 8712.00.10, 8712.00.20, 8712.00.30, dan 8712.00.90.
Kedua, kelompok alas kaki dengan sol dari karet dengan kode HS 6404.11.10, 6404.11.20, 6404.11.90,6404.19.00, dan 6404.20.00. Ketiga, kelompok barang elektronik yakni mesin pengatur suhu udara dengan kode HS 8415.10.10 dan 8415.10.90.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia (Apsindo) Eko Wibowo menyampaikan, bahwa aturan tersebut terbilang terlalu cepat dan mendadak. "Dalam mengurus izin impor perlu waktu kan. Ya, minimal sebulan barang baru bisa masuk. Dan, di dalam negeri juga begitu kan," ujarnya.
Dia pun akan menemui Mendag Agus Suparmanto untuk membicarakan keresehan para importir karena keputusan yang terbilang sangat mendadak sekali. "Saya akan bicara dengan Kementerian Perdagangan soal regulasi ini. Ini mendadak sekali, coba tanggal 19 baru ditangdatangi, lalu 25 diundungan, dan tiga hari kemudian disahkan," ucapnya.
Sementara ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna berpandangan dalam mengatasi persoalan impor sepeda tidak hanya pihak Kemendag saja namun juga Bea Cukai. "Sebab banyak sepeda yang datang juga dari jasa titip (jastip) yang tidak terdeteksi oleh kemendag," ujar dia kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (1/9).
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia sekaligsu dosen Universitas Perbanas Piter Abdullah mengatakan, bahwa fenomena masyarakat menyukai olaraga bersepeda hanya sekadar sementara. Artinya tidak perlu dibuat aturan dengan memperkat impor sepeda.
"Ini kan fenomena yang diperkirakan temporer atau sesaat. Ya, tidak perlu direspons seperti itu lah, lebih baik mengambil kebijakan yang sifatnya lebih jangka panjang bukan temporer," ujarnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (1/9).
Kebijakan yang dimaksud Piter adalah dengan mengeluarkan kebijakan bagaimana mendorong industri dalam negeri. " Pengetatan aturan impor sepeda bisa menjadi bagian dari kebijakan tersebut. Tapi yang diangkat isinya adalah bagaimana memperkuat industri sepeda dalam negeri," tukasnya. (din/zul/fin)