Pembangunan Rumah Subsidi Banyak Dikeluhkan Konsumen

Minggu 23-08-2020,07:40 WIB

Menurut Rolas, permasalahan perumahan masih saja terus bergulir, dari permasalahan mengenai fasos-fasum, sertifikat, IMB, AJB, dan masih banyak permasalahan lainnya yang terkait pengabaian konsumen bidang perumahan.

"Paling banyak aduan atas kelalaian pelaku usaha yang tidak menyelesaikan pembangunannya tepat waktu," ujarnya.

Sementara itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berharap kepada pemerintah daerah untuk memiliki peraturan mengenai penanganan pengaduan mengingat banyak juga masyarakat dari daerah yang mengadu tentang perumahan.

"Banyak masyarakat yang mengajukan pengaduan kepada kami tentang masalah perumahan. Kami siap untuk membantu masyarakat agar permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik," ujar Direktur Rumah Umum dan Komersial Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, M Hidayat.

Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian PUPR, jumlah pengaduan masyarakat yang diterima Direktorat Rumah Umum dan Komersial Ditjen Perumahan Kementerian PUPR terkait perumahan mulai dari 2018 lalu sampai 2020 ini per tanggal 14 Agustus 2020 berjumlah sekitar 219 pengaduan.

Selain masalah pengelolaan unit hunian, banyak pengaduan dari masyarakat juga terkait dengan masalah pengelolaan lingkungan hingga perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).

"Pengaduan masyarakat di bidang perumahan masih menjadi pekerjaan rumah kita semua dan harus diselesaikan. Pemerintah tentunya harus berada di tengah-tengah dengan proaktif melakukan mediasi, melihat akar permasalahan dan meriew apa yang terjadi di lapangan," tuturnya.

Hidayat juga mengungkapkan, bahwa pengaduan masyarakat tidak hanya berasal dari mereka yang btinggal di rumah tapak saja tapi juga rumah susun.

"Banyak juga pengembang yang diadukan terkait pelayanan dan peraturan yang sulit dilaksanakan oleh konsumen," ujarnya.

Selain itu, lanjut Rolas, ada juga pengaduan masyarakat yang mengadukan P2SRS di rumah susun terkait masalah pengelola unit hunian, Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) dan di rumah tapak biasanya terkait pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas (PSU), listrik dan iuran sampah yang terlalu mahal.

"Ada juga konsumen yang "dikibulin" oleh oknum pengembang karena uang muka untuk pembelian rumah bayar dibawa kabur dan tidak bisa dikembalikan. Kami siap melakukan mediasi jika memang masyarakat merasa dirugikan," pungkasnya. (der/zul/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait