Itulah yang mendorong Mulyono membuat pabrik pupuk sendiri. Itulah pabrik pupuk organik yang pertama yang ia punya.
Sukses.
Bikin pabrik kedua.
Sukses lagi.
Bikin yang ketiga.
Lagi-lagi sukses.
Bikin yang keempat. Dan seterusnya.
Mulyono sampai punya formula sendiri untuk pupuknya itu. Kini beberapa peternak besar pun menggalang kerjasama dengan Mulyono. Agar Mulyono mau membuat pabrik pupuk di dekat peternakan itu. Dengan menggunakan formulanya.
Mulyono juga ingin membantu peternakan ayam. Agar kotoran ayam itu bisa jadi pupuk yang berharga.
Pabrik pupuk, ternak ikan, ternak cacing, ternak lalat dan ternak belatung itu kini jalan semua. Pun di zaman Covid-19 ini. Tidak ada bisnis Mulyono yang terganggu.
"Ternak ikan itu tidak akan untung kalau tidak bisa mengembangkan sumber protein sendiri," ujar Mulyono.
Saya merasa beruntung bisa bertemu sosok seperti Mulyono. Yang ia datang ke Harian Disway beberapa waktu itu. Bersama rombongan anggota MTR –Masyarakat Tanpa Riba itu.
Soal bisnis semua menyenangkan. Yang membuat ia gelisah adalah utang bank itu. Yang kian tahun kian besar nilainya. "Utang ke bank itu seperti mengisap candu. Bisa kecanduan," katanya. Pun kian lama utang itu kian besar pula.
Di tengah kegalauan itu Mulyono mendengar istilah MTR. Mulyono pun ingin bergabung menjadi anggota MTR.
Ia akhirnya memang bisa menjadi anggota MTR, tapi tidak seperti yang ia bayangkan. "Dulu, saya bayangkan asyik sekali. Dengan menjadi anggota MTR kita akan mendapat pinjaman tanpa bunga dari MTR untuk melunasi utang bank yang berbunga," ujar Mulyono. "Pokoknya yang saya bayangkan itu sangat asyik," guraunya.
Ternyata tidak begitu.