Mulyono Merdeka!

Rabu 19-08-2020,07:20 WIB

Oleh: Dahlan Iskan

JARANG pengusaha punya mimpi seperti ini: "Umur 45 tahun sudah harus tidak punya utang." Mimpi itu sedikit meleset. Tapi yang penting tercapai. Hanya meleset 2 tahun. Kini ia sudah tidak punya utang sama sekali.

Nama orang merdeka ini hanya satu kata: Mulyono. Ia orang Gemolong, Sragen, Jateng. Utang terakhirnya: Rp40 miliar. Yakni utang ke BRI di daerahnya: Sragen.

Setelah tidak punya utang itu bisnis Mulyono kian cepat berkembang. "Setelah tidak punya utang pikiran lebih kreatif," ujar Mulyono.

Bisnis lamanya masih terus berkembang. Bisnis barunya terus saja lahir. Tanpa modal dari bank lagi. Yang terbaru adalah: Mulyono berternak belatung!

Binatang ulat kecil yang dulu dianggap menjijikkan itu justru ternyata menjadi sumber protein yang terbaik.

Sebelum berternak belatung itu Mulyono beternak lalat. Lalat Sungguhan. Lahan ternak lalatnya saja 6.000 m2. Masih pula akan terus diperluas.

Ternak lalat itu dia lakukan untuk mendapatkan telur lalat. Telur lalat itulah yang dia tebar di sampah yang dia kumpulkan dari pasar-pasar. Ia sangat senang mendapat sampah pasar buah. Buah busuk itu subur sekali untuk ditaburi telur lalat. Agar telur lalat itu menjadi belatung.

Sebelum berternak lalat itu, Mulyono beternak cacing. Sukses besar pula. Sampai bisa ekspor. Cacing ternyata juga sumber protein yang luar biasa bagusnya.

Sebelum beternak cacing Mulyono berternak ikan. Berbagai macam ikan ia kolamkan: gurami, nila, lele, sampai ikan hias.

Sebelumnya lagi Mulyono giat mengembangkan pabrik pupuk organik. Pupuk kompos. Sampai saat ini Mulyono memiliki 9 pabrik pupuk kompos. Termasuk yang di Wonogiri dan Lampung. Ia tidak akan tertarik mendirikan pabrik pupuk kompos kalau tidak terancam dipermalukan.

Yakni ketika awalnya Molyono jualan pupuk organik kecil-kecilan. Itulah pekerjaan pertama setelah lulus kuliah. Ketika ia masih sangat muda. Saat baru lulus dari UNS Solo. Di universitas itu Mulyono mengambil bidang studi MIPA Kimia.

Saat menjadi mahasiswa kimia itulah Mulyono mengetahui soal perlunya mengembangkan pupuk organik. Tapi ia belum punya modal. Yang ia punya adalah semangat. Mulyono pun kulakan pupuk ke pabrik. Untuk disalurkan ke para petani.

Lama-lama Mulyono punya banyak pelanggan. Sampai-sampai pabrik pupuk organik yang ada tidak bisa memenuhi permintaannya.

Mulyono sempat bingung. Ia sudah menerima pesanan. Tapi tidak bisa mendapatkan pupuk dalam jumlah yang cukup.

Tags :
Kategori :

Terkait