Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) pada rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 direncanakan sebesar Rp796,3 triliun.
"Anggaran TKDD pada 2021 direncanakan sebesar Rp796,3 triliun," ujar Jokowi saat membacakan Nota Keuangan RAPBN 2021, Jumat (14/8).
Untuk merealisasikan TKDD, ada enam langkah yang akan dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Pertama, pemerintah mendukung langkah pemulihan ekonomi, melalui pembangunan aksesibilitas dan konektivitas kawasan sentra pertumbuhan ekonomi, dukungan insentif kepada daerah untuk menarik investasi, perbaikan sistem pelayanan investasi, dan dukungan terhadap UMKM.
Kedua, pemerintah mengoptimalkan pemanfaatan dana bagi hasil dalam rangka mendukung penanganan kesehatan, 13 jaring pengaman sosial, serta pemulihan ekonomi dampak Covid-19.
Ketiga, pemerintah mengarahkan 25 persen dari dana transfer umum untuk mempercepat program pemulihan ekonomi daerah dan pembangunan SDM.
Keempat, pemerintah memfokuskan penggunaan Dana Insentif Daerah (DID) untuk digitalisasi pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan UMKM.
Kelima, pemerintah melakukan refocusing dan simplikasi jenis, bidang, dan kegiatan DAK fisik yang bersifat reguler dan penugasan.
Keenam, Dana Alokasi Khusus (DAK) non-fisik mendukung penguatan SDM pendidikan melalui dukungan program merdeka belajar, serta tambahan sektor strategis lainnya, seperti dana pelayanan perlindungan perempuan dan anak, dana fasilitasi penanaman modal, serta dana pelayanan ketahanan pangan.
Terakhir, mempertajam alokasi dana desa untuk pemulihan ekonomi desa dan pengembangan sektor prioritas, seperti teknologi informasi dan komunikasi, pembangunan desa wisata, dan mendukung ketahanan pangan.
"Hasil dari pemanfaatn anggaran TKDD dalam lima tahun terakhir telah dirasakan oleh masyarakat melalui peningkatan kinerja pelayanan dasar publik, seperti akses rumah tangga terhadap air minum dan sanitasi layak, serta persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan," jelasnya.
Selain itu, kata kakek empat cucu ini kesenjangan di perdesaan menunjukkan penurunan karena rendahnya rasio gini dari 0,316 pada 2016 menjadi 0,315 pada 2019. "Pun juga dengan persentase penduduk miskin di perdesaan, turun dari 13,96 persen pada 2016 menjadi 12,60 persen pada 2019," ucap Jokowi.
Terpisah, pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengingatkan kepada pemerintah bawah sektor energi masih membebani biaya pengeluaran APBN.
"Saya melihat sektor energi lebih menjadi beban pengeluaran RAPBN untuk impor dan subsidi migas, ketimbang pendapatan,” katanya, kemarin (14/8).
Padahal, kata dia, sejak awal pemerintahan Jokowi selalu menekankan pencapaian kemandirian dan kedaulatan energi. Namun, faktanya tidak pernah diimplementasikan sampai saat ini.
"Kilang minyak tidak mampu dibangun, akibatnya impor BBM selalu membengkak. Dana RAPBN untuk impor dan subsidi gas elpiji semakin besar. Program EBT juga tidak pernah mengatasi penurunan impor migas secara signifikan," pungkasnya. (din/zul/fin)