Statemen yang dilontarkan Presiden Joko Widodo terkait wacana reshuffle Kabinet Indonesia Kerja jilid ke dua sudah ditunggu. Cara ini pun dinilai sebagai konsistensi kepala negara, tidak sekadar mengumbar gertak sambal apalagi gimmick politik
Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies Jerry Massie mengatakan survei sejumlah lembaga publik setuju dilakukan reshuffle kabinet. ”Saya khawatir publik tidak percaya lagi dengan Jokowi, jika janjinya tidak ditepati,” ucap Jerry kepada Fajar Indonesia Network (FIN) Rabu (22/7).
Padahal, sambung dia publik sungguh berharap dengan langkah ini. ”Jangan-jangan ini hanya pepesan kosong belaka atau gaya telenovela, sinetron atau drama politik,” timpal Jerry yang dipertegas lewat pesan singkatnya.
Jokowi, sambung Jerry kurang peka membaca keinginan publik. ”Yang ditunggu ternyata belum dilakukan. Ataukah publik bukan siapa-siapa lagi. People power itu tak dapat diandalkan. Seorang presiden harus memegang komitmen dan jujur pada dirinya. Jangan terkesan PHP (Pemberi Harapan Palsu) saja,” timpalnya.
Jika berkeinginan reshuffle, menurut Jerry tak perlu banyak umbar ke publik. ”Ini bisa saja politik settingan. Apalagi membaca teks. Memang menjadi pemimpin dibutuhkan ketegasan bukan plin plan. Lebih baik diam bekerja dan peduli rakyat kecil tanpa harus pencitraan,” kata dia.
Menurut riset Political and Public Policy Studies, lanjut dia, kabinet ini paling amburadul dan kebijakan paling buruk dalam sejarah kabinet di tanah air. ”Masih kalah kelas dengan presiden sebelumnya,” kata Jerry.
Padahal ada sejumlah menteri yang kerap bikin gaduh, salah ngomong, tak paham persoalan, tak punya market targeting, kurangnya sense of crisis. ”Bekerja bukan tupoksinya, wrong place, no concept and policy, one man show, small talk, kurang respectful and concern saat pandemi corona,” kata Jerry.
Pemimpin harus berani ambil tantangan dan resiko. ”Ini desakan publik jangan dicuekin. Gak mungkin jika kinerja kabinet Jokowi bagus muncul desakan reshuffle,” timpalnya. (fin/zul/ful)