Pengaktifkan kembali tim pemburu koruptor (TPK) dinilai hanya akan mengulangi sebuah kegagalan. Untuk memburu koruptor yang paling diperlukan adalah meningkatkan supervisi antar lembaga penegak hukum.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango memandang wacana pengaktifkan kembali TPK tak diperlukan. Harusnya pemerintah bisa belajar dari pembentukan sebelumnya tak tak optimal.
"Saya pikir pembentukan tim ini di tahun 2012 dan senyatanya tidak memberi hasil optimal, cukup untuk menjadi pembelajaran untuk tidak diulangi lagi," katanya, Selasa (14/7).
Dikatakannya, pemerintah akan lebih bijak jika lembaga-lembaga penegakan hukum lebih ditingkatkan lagi koordinasinya. Dan tentunya peningkatak supervisi antar lembaga penegak hukum.
"Sekaligus menyemangati lagi ruh "integrated criminal justice system" yang belakangan ini menjadi seperti jargon tanpa makna," ucapnya.
Dijelaskannya, melalui koordinasi dan supervisi diyakini mampu untuk menuntup ruang gerak koruptor melarikan diri. Dikatannya, KPK telah melakukan berbagai upaya agar calon para tersangka kabur.
"Seseorang yang sudah hampir dapat dipastikan akan ditetapkan sebagai tersangka, ruang geraknya akan terus dimonitor sampai tiba saatnya dilakukan tindakan penahanan. Harapannya seperti itu," tuturnya.
Terpisah, anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta agar format TPK tidak lagi seperti tim ad-hoc yang awak utamanya adalah Kejagung. "Saya melihat perlunya perubahan format TPK yang ada sebelumnya agar bisa lebih efektif. Jika hanya diaktifkan tanpa perubahan format TPK-nya, saya tidak optimis akan banyak capaian yang bisa diharapkan," kata politisi PPP ini.
Sekjen PPP ini juga menyarankan agar TPK dihuni oleh semua lembaga penegak hukum dan K/L penunjang penegakan hukum. Dan berada di bawah koordinasi Menko Polhukam.
"Lembaga penegak hukumnya ya Polri, Kejaksaan, KPK dan lembaga penunjangnya setidaknya adalah Kemenkumham dan BIN. Dulu ada semacam Desk seperti ini yaitu Desk Anti Terorisme yang dipimpin Ansyaad Mbai, sebelum dibentuknya BNPT," ujarnya.
Menurutnya, TPK di bawah Kemenkopolhukam akan lebih efektif dan berdayaguna daripada TPK model yang ada sebelumnya. "Desk akan lebih baik dan lebih terkoordinasi jika di bawah Kemenko Polhukam," terangnya.
Di sisi lain, anggota Komisi Hukum Partai Demokrat, Didik Mukrianto mendukung penuh pengaktifkan kembali TPK.
"Saya pikir mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor masih sangat relevan dan dibutuhkan sebagai salah satu upaya untuk mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi," katanya.
Diyakininya, jika pemerintah dan penegak hukum punya political will, dengan sumber daya dan fasilitas yang ada negara tak akan kalah dengan koruptor. Dia pun menyarakan agar TPK diisi oleh orang-orang yang memiliki integritas, kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi.
"Pastikan rekam jejaknya baik dan tidak tercela agar terhindar dari berbagai tekanan, godaan, dan rayuan dan koruptor yang berpotensi bisa memengaruhi dan mengendalikan anggota tim," kata Didik.