"Kerja baru dua bulan sudah dapat perlakuan tidak enak dari majikan wanita, di waktu itu ibu Sulasih masih pegang telepon seluler, selang satu bulan sudah hilang kontak dengan keluarga, dan baru menghubungi keluarga lebaran hari pertama. Itu pun didampingi majikan perempuannya dan waktu dibatasi, sampai ada kabar ini," kata Roland mengutip informasi dari Anggi, anak Sulasih.
Sejak 2011, pemerintah Indonesia telah menghentikan pengiriman tenaga kerja migran, namun masih ada pekerja migran yang masuk dengan sejumlah cara.
Maraknya penyelundupan pekerja migran Indonesia (PMI) yang ilegal ke Saudi tidak lepas dari proses visa ziarah yang mudah dan keuntungan yang menggiurkan.
"Orang Saudi bayar 30 ribu Riyal Saudi atau Rp100 juta ke agen di Indonesia, seperti kasus Ibu Sulasih," ujarnya.
Sesampainya di Saudi, lanjut Roland, PMI ilegal tersebut dijemput oleh agen di sana tanpa melewati proses resmi dan melapor ke perwakilan Indonesia.
"Karena dibeli mahal maka pengguna jasa melakukan eksploitasi. Harus juga dibayar mahal gajinya dari yang resmi 1.300 Riyal menjadi 3.100 Riyal. Problemnya kebanyakan dari mereka tidak bisa kerja karena perekrutan sembarangan oleh agen," tuturnya.
Dalam undang-undang tentang tindakan pemberantasan perdagangan orang (TPPO) disebutkan pelaku tindak pidana ini bisa dihukum penjara maksimal 15 tahun penjara serta denda Rp600 juta. Penyelundupan PMI secara ilegal ke luar negeri dapat dikategorikan dalam TPPO.
"Harusnya agen-agen di Indonesia itu yang harus dihentikan. Dan pantau di gerbang bandara penerbangan internasional di Indonesia, ketahuan kok mana yang menggunakan visa bisnis dan ziarah. Dari hulu ini yang harus dibenahi," pungkasnya. (der/zul/fin)