Kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) pada RAPBN tahun anggaran 2021 harus diawasi secara ketat. Pemerintah pun harus mengedepankan pada pengendalian risiko utang dalam kewajaran. Ini dilakukan agar postur APBN tetap seimbang.
”Tentu saja upaya pengendalian yang dijalankan pemerintah adalah dengan tetap memperhatikan rasio utang tetap managable dan memenuhi aspek compliance,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Kamis (18/6).
Sri Mulyani menegaskan rasio utang dijaga jangan sampai melampaui batas maksimal yang ditetapkan UU Nomor 17 Tahun 2003 maupun UU Nomor 2 Tahun 2020 yaitu 60 persen terhadap PDB.
Apalagi, kebijakan pembiayaan utang ini juga dijalankan berdasarkan prinsip kehati-hatian, untuk kegiatan produktif, efisien dalam cost of funds dan mempertimbangkan kebijakan makro.
”Pemerintah juga akan melakukan penguatan dalam standar penerapan manajemen risiko utang terutama dalam proses assesment dan protokol mitigasi ketika deviasi dalam indikator kinerja utang mengalami pelebaran,” ujarnya.
Dalam dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2021, pemerintah memproyeksikan defisit anggaran sebesar 3,21-4,17 persen dari PDB. Sementara itu, rasio utang diperkirakan berada dalam kisaran 36,67 sampai 37,97 persen terhadap PDB.
Sebagai gambaran, Kementerian Keuangan mencatat jumlah utang pemerintah per akhir Mei 2020 mencapai Rp5.258,57 triliun atau mencapai 32,09 persen terhadap PDB.
Rinciannya, sebesar Rp4.442,90 triliun atau 84,49 persen bersumber dari surat berharga negara (SBN) terdiri dari SBN dalam bentuk rupiah (domestik) sebesar Rp3.248,23 triliun dan valuta asing Rp1.194,67 triliun.
Selain SBN, utang juga berasal dari pinjaman atau 15,51 persen mencapai Rp815,66 triliun terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp9,94 triliun dan luar negeri Rp805,72 triliun. Meningkatnya utang pemerintah itu karena adanya kebutuhan pembiayaan untuk mengatasi pandemi Covid-19 bagi sektor kesehatan, jaring pengaman sosial dan pemulihan ekonomi.
Terpisah, Ketua DPR RI Puan Maharani berharap desain APBN 2021 agar diarahkan untuk menjadi stimulus kebijakan fiskal dalam mempercepat pemulihan ekonomi dan sosial, serta menjadi momentum dalam melakukan berbagai reformasi kebijakan pembangunan sehingga dapat mempercepat kemajuan Indonesia di berbagai bidang.
Politisi PDI Perjuangan itu menilai KEM PPKF Tahun 2021, yang menempatkan kebijakan belanja sebagai stimulus utama kebijakan fiskal agar mempertimbangkan juga kemampuan pendapatan negara, pengendalian defisit, kapasitas rasio utang, dan resiko beban utang yang akan memberikan tekanan ruang fiskal pada tahun-tahun mendatang.
DPR dalam membahas KEM-PPKF Tahun 2021 akan mencermati dan memastikan agar kebijakan fiskal tahun 2021 dapat lebih efektif dalam menjalankan pembangunan nasional bagi kesejahteraan rakyat dan kemajuan diberbagai bidang. (fin/zul/ful)