Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan sejak periode 2017 hingga saat ini telah ditemukan sebanyak 2.500 perusahaan teknologi finansial ilegal atau fintech yang tak berizin beroperasi dan memberikan pinjaman kepada masyarakat.
Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L Tobing mengatakan, menjamurnya fintech ilegal lantaran banyak masyarakat yang membutuhkan dana dengan mudah.
“Kalau di fintech pinjaman legal itu ada scoring, jadi yang mendapatkan pinjaman hanya yang eligible dan layak. (Yang tidak layak) ini menjadi peluang untuk fintech ilegal," ujarnya, Kamis (28/5).
rata, kata dia, masyarakat yang menjadi korban fintech ilegal adalah masyarakat yang membutuhkan dana untuk konsumtif. Hal ini akan memberatkan masyarakat sehingga terjebak pada pinjaman ilegal.
Adapun OJK berkomitmen dan konsisten untuk memberantas fintech ilegal yang meresahkan masyarakat. Bermacam upaya yang dilakukan OJK, selain sosialisasi, juga menajlin kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir situs web dan aplikasi agar masyarakat tak mengakses layanan pinjaman online tersebut.
Namun pelaku menyiasatinya dengan mengganti aplikasi dan fintech-nya. Kendati begitu, OJK akan terus gencar melakukan sosialisasi ke masyarakat luas sehingga paham akan bahaya fintech ilegal.
“Makanya yang harus kita pengaruhi adalah edukasi kepada masyarakat, untuk lebih waspada. Ciri fintech ilegal ini melakukan penagihan dengan tidak beretika, memaksa kita mengizinkan akses kontak, ada juga pelecehan yang dialami masyarakat,” ujarnya.
Catatan OJK, sampai saat ini terdapat 151 fintech resmi, dan telah menyalurkan pinjaman kepada hampir 24 juta orang dengan outstanding kredit sebesar hampir Rp15 triliun.
Sementara itu, peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, fintech ilegal menyasar ke konsumen kelas menengah bawah, karena banyak yang belum melek literasi keuangan.
Adapun untuk model bisnis P2P Lending, bahwa Payday Loan merupakan sektor yang paling bermasalah dan banyak menimbulkan kasus di masyarakat.
Payday Loan merupakan bisnis model yang memberikan sejumlah pinjaman uang dalam jangka waktu yang pendek namun dengan bunga yang besar sehingga banyak masyarakat yang tak bisa membayarnya.
"Fintech lending jenis Payday Loan menyasar konsumen kelas menengah ke bawah, di mana mayoritas masyarakatnya masih banyak yang belum melek literasi keuangan," katanya.
Saran dia, jika konsumen ingin meminjam dana melalui fintech harus mengecek terlebih dahulu ke OJK. Langkah ini untuk menghindari fintech ilegal. "Pada intinya, pelanggan harus menyadari hak dan tanggung jawabnya saat melakukan pinjaman lewat online ini," pungkasnya. (din/zul/fin)