Tradisi Perang Centong Mewarnai Sejarah Penyebaran Islam di Kampung Jalawastu

Tradisi Perang Centong Mewarnai Sejarah Penyebaran Islam di Kampung Jalawastu

TRADISI - Perang Centong Mewarnai Sejarah Penyebaran Islam di Kampung Jalawastu--

RADAR TEGAL - Kampung Jalawastu adalah sebuah kampung adat yang letaknya di Kabupaten Brebes. Kampung adat tersebut menyimpan cerita sejarah unik sebagai bagian dari tradisi dan budaya yaitu adanya tradisi perang centong.

Apa itu tradisi perang centong, dan mengapa disebut perang centong? Buat yang penasaran, yuk simak artikel berikut ini dan jangan sampai kelewat kisahnya.

Kampung ini terkenal dengan kearifan lokal yang unik dan terjaga hingga saat ini salah satunya yaitu tradisi perang centong. Ada beberapa aturan yang harus dipatuhi masyarakat kampung Jalawastu dan apabila melanggar maka akan mendapatkan musibah. 

Kampung ini biasa dijuluki dengan sebutan "Baduy-nya Jawa Tengah". Hal ini karena letaknya berbatasan dengan provinsi Jawa Barat. Adanya tradisi perang centong dan kearifan lokal lainya di Kampung Jalawastu menjadikannya ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda(WBTB), kategori ritus adat oleh Kemdikbud Nasional RI pada Oktober 2019 lalu.

BACA JUGA: Asal Mula Munculnya Tradisi Sungkeman Saat Hari Raya Idul Fitri, Berikut dengan Maknanya

Kampung adat Jalawastu merupakan sebuah wilayah yang berlokasi di Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes. Kampung ini dulunya adalah bagian dari Kerajaan sunda yang sampai sekarang memegang erat tradisi leluhunya.

Sejarah Perkembangan Agama Islam di Desa Jalawatu, Brebes

Dibalik kearifan lokalnya, Desa Jalawastu memiliki kisah unik bagian dari sejarah ketika terjadi penyebaran agama Islam. Diceritakan dahulu kala terjadi perang centong antara dua saudara yang berbeda pandangan.

Saudara tersebut bernama Gendasari dan Gendawangi, Keduanya memilki pendapat yang berbeda mengenai hadirnya ajaran agama Islam. Gendawangi menyetujui ajaran Islam masuk ke Desa Jalawastu sedangkan Gendasari menentang adanya ajaran tersebut. 

Kemudian, kedua saudara tersebut perang dengan menggunakan piranti dapur, misalnya centong, kendi, dan kukusan nasi yang menjadi alat perangnya. Kemudian disepakati keputusan menerima agama Islam atau tidaknya dengan dasar kemenangan dari salah satu saudara tersebut. 

BACA JUGA: Mengenal 4 Tradisi Unik di Tegal, Salah Satunya Minum Teh Poci saat Prosesi Pernikahan

Kedua saudara tersebut saling beradu kesaktian, Dalam perang tersebut yang kalah harus keluar dari desa Jalawastu. Konon katanya, mereka memperebutkan kendi berisi telur sebagai simbol cahaya atau dalam bahasa arab "nur". Kendi telur tersebut bermakna cahaya islam yang ditawarkan Gendawangi kepada saudaranya Gendasari. 

Pada akhirnya perang itu dimenangkan oleh Gendawangi dan sesuai kesepakatan Gendasari dan pengikutnya harus keluar dari desa tersebut karena tidak mau menerima agama Islam. Mereka pergi menuju kanakes yang sekarang menjadi kampung adat baduy di Jawa Barat.

BACA JUGA: Asal Usul dan Fakta Unik Tradisi Sedekah Laut di Jawa

Sumber: