Agen ABK Tegal Ajukan Judicial Review UU Pekerja Migran Indonesia ke MK, Ini Alasannya

Agen ABK Tegal Ajukan Judicial Review UU Pekerja Migran Indonesia ke MK, Ini Alasannya

Sejumlah advokat yang tergabung di Kantor Hukum bersama AP2I menunjukkan materi Judicial Review Agen ABK Tegal ke MK RI.-Yeri Noveli-

RADAR TEGAL - Agen Anak Buah Kapal (ABK) TEGAL terpaksa mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) RI.

Langkah tersebut dilakukan karena Agen ABK Tegal merasa dikriminalisasi Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

"Kami melakukan judical review ini karena Undang-Undang PMI telah merugikan para pelaut dan agen awak kapal," kata Ketua Umum Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I) Imam Syafii, saat menggelar konferensi pers, di salah satu rumah makan, di Tegal, Selasa 12 September 2023 sore.

Imam mengaku, judical review ke MK resmi diajukan oleh AP2I bersama PT Mirana Nusantara Indonesia (MNI) selaku keagenan awak kapal pada 8 September 2023.

BACA JUGA:Sebut Gunung Slamet, Bupati Tegal Singgung Deforestasi di Indonesia dalam Kick Off RPJPD

Menurut Imam, UU No 18 Tahun 2017 materi Pasal 4 ayat (1) huruf c merugikan kepentingan pelaut dan keagenan awak kapal (manning agency), dimana mengkategorikan pelaut sebagai pekerja migran.

"Itu tentu akan berdampak dikesampingkannya beberapa undang-undang sebagaimana asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis yang berarti hukum khusus menyampingkan hukum umum,'' kata Imam membeberkan.

Imam melanjutkan, ada kerugian dan ketidakpastian hukum terhadap pelaut. 

Salah satunya yakni, dengan beralihnya atau diklaim pelaut yang bekerja di luar negeri sebagai bagian pekerja migran. Maka segala aturan dan ketentuan yang berkaitan dengan pelaut mengikuti aturan dan ketentuan pekerja migran.

BACA JUGA:Tilik Desa, Seni Budaya Lokal Dapat Apresiasi Bupati Tegal Umi Azizah: Kita Harus Kuat!

"Padahal, aturan dan ketentuan antar pelaut sudah diatur secara khusus, termasuk pada konvensi internasional terkait dengan kedudukan pelaut," cetusnya.

Dia mengungkapkan, pada klausul Pasal 4 ayat (1) huruf c UU No 18 Tahun 2017, tentu pengawasan dan penerbitan izin perekrutan dan penempatan pelaut menjadi kewenangan mutlak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

"Ini jelas tidak akan berjalan secara optimal dikarenakan pelaut berhubungan langsung dengan transportasi laut. Di mana ini harusnya menjadi kewenangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang memiliki tugas menyelenggarakan keselamatan dan keamanan angkutan perairan dan pelabuhan," ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum Imam Syafi'i, Fatkhur Siddiq, menambahkan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf c UU No 18 Tahun 2017 tentang PPMI mempunyai dampak tumpang tindihnya regulasi.

Sumber: