Jalang Perayaan, Ini Fakta Menarik Hari Kemerdekaan Republik Indonesia

Jalang Perayaan, Ini Fakta Menarik Hari Kemerdekaan Republik Indonesia

Fakta HUT RI--

Ketika bendera yang ia jahit itu dikibarkan usai Proklamasi dikumandangkan, menangislah Fatmawati. "Berulang kali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu," kenangnya.

Kini, bendera Merah Putih yang dijahit Fatmawati itu diarsip rapi oleh pemerintah Indonesia.

7. Kemerdekaan Indonesia Tak Ada Artinya Tanpa Pemuda Ini

Wikana adalah seorang pemuda yang bekerja sebagai juru bicara. Ia jugalah yang 'menculik' para tokoh kemerdekaan -Soekarno dan Hatta- untuk kemudian diasingkan di Rengasdengklok.

Tanpa keberanian dari sosok Wikana, rasanya kemerdekaan Indonesia mungkin saja diundur atau bahkan tidak pernah terjadi saat itu.

8. Proklamasi Kemerdekaan Dilakukan di Bulan Ramadan

Tanggal 17 Agustus dipilih sebagai hari pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ternyata bukanlah tanpa alasan. Ada makna mendalam dari tanggal tersebut.

Sebelum membacakan teks proklamasi kemerdekaan, Soekarno meminta saran dari para ulama, yakni K.H Abdoel Moekti dari Muhammadiyah dan K.H Hasyim Asy'ari dari Nadhlatul Ulama (NU).

Dari hasil diskusi itu, pembacaan proklamasi pun ditetapkan pada Jumat, 17 Agustus 1945 bertepatan dengan tanggal 9 Ramadan 1364 H, pukul 10 pagi.

"Saya seorang yang percaya pada mistik. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti saat yang paling suci bagi kita. Tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-Quran diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia," terang Bung Karno.

9. Teks Proklamasi Sempat Ingin Dibacakan di Lapangan IKADA

Setelah ditandatangani, naskah Proklamasi pun hendak dikumandangkan. Sukarni memberitahu Bung Karno bahwa rakyat Jakarta dan sekitarnya telah diserukan untuk datang berbondong ke lapangan IKADA (saat ini ditempati oleh kawasan Monas).

Namun, hal itu lekas ditolak Soekarno. "Tidak, lebih baik dilakukan di tempat kediaman saya di Pegangsaan Timur. Pekarangan di depan rumah cukup luas untuk ratusan orang," ujarnya.

"Untuk apa kita harus memancing-mancing insiden? Lapangan IKADA adalah lapangan umum. Suatu rapat umum, tanpa diatur sebelumnya dengan penguasa-penguasa militer, mungkin akan menimbulkan salah faham. Suatu bentrokan kekerasan antara rakyat dan penguasa militer yang akan membubarkan rapat umum tersebut, mungkin akan terjadi. Karena itu, saya minta Saudara sekalian untuk hadir di Pegangsaan  Timur 56 sekitar pukul 10.00 pagi," demikian keputusan Soekarno.

Atas dasar keputusan itu, pembacaan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia pun dilangsungkan di kediaman Ir. Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No.56, Jakarta Pusat.

Sumber: