Ramalan Sabdo Palon Runtuhnya Kerajaan Majapahit Nusantara, dan Akhirnya Prabu Brawijaya Memeluk Islam

Ramalan Sabdo Palon Runtuhnya Kerajaan Majapahit Nusantara, dan Akhirnya Prabu Brawijaya Memeluk Islam

--

RADAR TEGAL - Prabu Brawijaya V memutuskan untuk menyerahkan kekuasaan kepada Raden Patah setelah putranya memberontak. Keputusan ini diambil setelah dipertimbangkan banyak hal.

Meskipun harus mengakui bahwa dirinya adalah raja terakhir dari Kerajaan Majapahit, Prabu Brawijaya mengambil keputusan tersebut atas saran dan penjelasan dari Sabdo Palon dan Noyo Genggong.

Sebelum akhirnya mengakui kemenangan Raden Patah, Sang Prabu awalnya merasa ragu-ragu. Informasi ini radartegal.disway.id dikutip dari kanal Channel YouTube @Kitab Mawas Diri.

BACA JUGA:7 Benda Surga yang Ada di Bumi, Nomor 4 Memili Kekuatan yang Luar Biasa

Ramalan Sabdo Palon runtuhnya Kerajaan Majapahit

Ia selalu berbicara dengan Sunan Kalijaga. Sang Prabu bertanya tentang kebebasan beragama kepada Sunan Kalijaga.

Apakah Demak Bintoro bisa memberikan wilayah-wilayah otonom khusus bagi penguasa daerah yang mayoritas masyarakatnya tidak beragama Islam?

Sunan Kalijaga berjanji akan berkontribusi dalam menentukan arah kebijakan pemerintahan Demak Bintoro. Prabu Brawijaya V merasa lega karena ia percaya pada Raja Sahid atau Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga menyarankan Sang Prabu yang sedang dalam pelarian menuju Bali bersama pasukannya, untuk kembali saja ke Trowulan agar masyarakat mengetahui situasi politik yang baik.

BACA JUGA:Mitos Indonesia di Jajah Oleh Belanda Selama 350 Tahun, Apakah Benar Mitos atau Memang Fakta

Sang Prabu merasa bingung dan khawatir. Setelah dijatuhkan dari tahtanya sebagai Raja Majapahit, dia merasa bahwa keberadaannya di ibukota Majapahit tidak akan mengubah situasi.

Sunan Kalijaga merasa gelisah jika Sang Prabu melanjutkan pelariannya ke Bali. Sunan Kalijaga menjelaskan betapa berbahayanya jika para pendukung Sang Prabu benar-benar siap untuk melakukan gerakan besar-besaran.

Diam-diam, Prabu Brawijaya berpikir dan merenung tentang kata-kata Sunan Kalijaga yang sepertinya memiliki kebenaran. Ketika malam tiba, sang Prabu memanggil Sabdo Palon dan Noyo Genggong untuk berdiskusi tentang langkah selanjutnya.

Puncak malam tiba, dan Sabdo Palon serta Noyo Genggong akhirnya mengungkapkan jati diri sejati mereka kepada Prabu Brawijaya. Prabu Brawijaya terkejut, lalu memberikan penghormatan dan bersujud untuk pertama kalinya, meskipun identitas sebenarnya masih dirahasiakan.

Gambaran Sabdo Palon tentang masa depan Nusantara

Sabdo Palon dan Nyo Genggong memberikan gambaran tentang masa depan Nusantara. Saat Kerajaan Majapahit mengalami kehancuran, kesadaran masyarakat di Nusantara akan berada di titik terendah.

Pada masa itu, kulit lebih dihargai daripada isi. Kebenaran mutlak dianggap milik golongan tertentu. Ajaran Dharma diputarbalikkan dan akan terus menumpuk selama 500 tahun ke depan.

Ketika waktunya tiba, alam akan meresponsnya. Alam akan membersihkan dan memuntahkannya. Nusantara akan dilanda gempa bumi, banjir bandang, angin puting beliung, ombak samudra naik ke daratan, dan Gunung Merapi meletus. Bencana-bencana ini akan datang bergantian, datang dan pergi.

Jika waktunya tiba, alam akan melakukan seleksi dan memilih orang-orang yang memiliki kesadaran tinggi. Mereka yang masih memiliki kesadaran rendah untuk sementara waktu akan disisihkan atau lahir di tempat lain di luar Nusantara.

BACA JUGA:Gara-gara Tirakat Sesepuh Terganggu, Mitosnya Penjual Nasi di Desa Kaki Gunung Slamet Tegal Ini Tak Akan Kaya

Ketika saat itu datang, Sabdo Palon dan Noyo Genggong akan kembali ke Nusantara. Mereka akan merawat tumbuhan kesadaran dari orang-orang terpilih.

Mereka akan mencegah hal-hal yang buruk bersemi dan agama budi dan kesadaran akan berkembang baik di Nusantara.

Pada saat itu, Nusantara secara perlahan akan meraih kejayaannya yang telah lama hilang. Prabu Brawijaya disarankan untuk mengikuti kehendak mereka yang berkuasa saat itu. Di masa depan, Prabu Brawijaya juga akan lahir kembali 500 tahun kemudian.

Setelah mendengar cerita Sabdo Palon dan Noyo Genggong, Prabu Brawijaya menangis dengan sangat sedih. Mereka berdua menceritakan semua rahasia masa depan Nusantara.

Prabu Brawijaya masuk Islam

Keesokan harinya, Prabu Brawijaya memanggil Sunan Kalijaga di depan semua masyarakat yang hadir. Sang Prabu mengumumkan niatnya untuk kembali ke Trowulan. Yang lebih mengejutkan lagi, Prabu menyatakan akan masuk Islam demi menjaga stabilitas negara.

Sunan Kalijaga dan semua yang hadir sangat terkejut mendengar keputusan Sang Prabu. Beberapa penasehat, pejabat, dan kepala pasukan Bhayangkara bersujud dan menangis, memohon agar Sang Prabu mencabut keputusannya.

Situasi menjadi tegang dan sedih, semua bingung, ketika Sabdo Palon dan Ayo Genggong berbicara di hadapan Prabu Brawijaya, Sunan Kalijaga, dan semua yang hadir. Mereka berdua mengucapkan sumpah bahwa 500 tahun kemudian, mereka akan kembali lagi.

BACA JUGA:Misteri Penunggu Kali Pemali Brebes, Siapa Lembudana dan Lembudini?

Awal mula masyarkat Jawa mengenal Sabdo Palon

Sejak saat itu, ia dikenal sebagai Sabdo Palon Noyo Genggong oleh masyarakat Jawa sampai sekarang.

Sang Prabu Brawijaya diam, tidak bergerak, hanya beberapa orang yang berada di depannya. Beberapa pasukan Bhayangkara memilih untuk tetap setia mengiringi Sang Prabu.

Tanda penyerahan tahta kepada Raden Patah, Prabu Brawijaya V melepaskan mahkota dan pakaian kebesarannya sebagai raja.

Simbolisasi pemotongan rambut Prabu Brawijaya dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Sang Prabu kembali ke Trowulan. Ketika dia tiba di Trowulan, menandakan kembalinya stabilitas negara, bergiliran para putra Prabu Brawijaya datang ke Trowulan.

Prabu Brawijaya telah mengetahui dari Sabdo Palon dan Noyo Genggong bahwa kelak dari keturunannya akan lahir raja-raja besar di Jawa dari dinasti Raden Patah.

BACA JUGA:Misteri Nyai Ronggeng di Jalan Kapten Ismail Kota Tegal, Larangan Penganten Baru Lewat Jalan Ini

Panembahan Senopati Ing Ngalogo Mataram akan muncul dan menggantikan keturunan penting Panembahan Senopati. Dialah pendiri Kesultanan Mataram Islam, yang sekarang terpecah menjadi Yogyakarta dan Surakarta Mangkunegaran.

Prabu Brawijaya meminta kepada Sunan Kalijaga untuk tidak mencantumkan nama atau gelarnya di pusara makam kelak. Sunan Kalijaga mengabulkan permintaan tersebut.

Demikian cerita rakyat tentang ramalan Sabdo Palon tentang masa depan Nusantara. Temukan banyak cerita rakyat lainnya hanya di radartegal.disway.id, semoga menambah wawasan kalian, terima kasih.(*)

Sumber: