Kado Nyawa
CNN berhasil menelusuri jejak digital Ramos.
Begitu menembak sang nenek, Ramos mengirim text ke seorang gadis 15 tahun nun jauh di Eropa. Ramos kenal gadis itu lewat medsos.
"Saya baru menembak nenek. Ia menjengkelkan. Menelepon AT&T mengenai telepon saya," begitu kira-kira bunyinya. Dengan bahasa Inggris singkat-singkat. Pakai bahasa slang. Khas anak remaja.
"I love you," tulis Ramos ke ''pacar'' antar benuanya itu.
CNN berhasil mewawancarai gadis itu. Atas persetujuan orang tuanyi. Dengan hasil wawancara yang sangat terbatas.
Dari hubungan jarak jauh itu diketahui bahwa Ramos tidak selesai dengan neneknya. Ia dalam perjalanan ke sebuah SD. Untuk melakukan penembakan berikutnya. Ia sampaikan rencana itu ke sang Pacar. Tanpa menyebut SD yang mana.
Sasaran berikutnya ternyata SD Robb Elementary School. Kelihatannya itu disengaja. Bukan kebetulan karena mobilnya terperosok di parit dekat sekolah itu.
Mobil pikap Ramos memang diketahui berada di parit besar yang tanpa air itu. Semula diduga ia mabuk. Lalu terperosok. Lalu ia melihat ada SD di dekatnya. Ia ngamuk di situ.
Tidak begitu.
Rupanya ia sengaja ke SD itu. Itulah tempatnya sekolah dulu. Maka mobilnya ia perosokkan di dekat situ.
Kompleks SD ini berada di pinggir kota. Tidak ada lagi rumah di sebelah selatan atau baratnya. SD itu sudah yang paling pinggir. Sepi.
Itu tergolong SD besar. Bangunannya besar seperti universitas kecil di negara kita. Fasilitasnya lebih lengkap. Ada hampir 600 siswa di sini. Hanya kelas 2 sampai 4.
Setelah ''parkir'' di parit, Ramos bergegas meninggalkan mobilnya. Membawa senjata. Pakai rompi. Memanggul tas ransel. Ia seperti sosok petugas keamanan.
Dari parit itu Ramos menuju pintu belakang sekolah. Yakni pintu Barat. Ada polisi sekolah yang menjaga pintu itu. Mereka adu mulut. Ramos lolos. Masuk koridor sekolah. Lalu masuk kelas. Tidak pilih-pilih. Ia tembaki murid yang ia lihat. Lalu salah satu guru wanita. Sudah 17 tahun mengajar di situ. Satu guru lagi. Wanita lagi. Sudah 25 tahun mengajar. Keduanya tewas di tempat.
Itu pukul 11.30.
Anak-anak sekolah sebenarnya sudah dilatih menghadapi peristiwa seperti itu. Begitu seringnya terjadi. Tapi senjata itu semiotomatis.
Begitu banyak nyawa remaja melayang. Begitu tumpah darah mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: