Refly Harun Kasihan sama Jokowi Dikelilingi Komunikator yang Buruk Tak Miliki Intelektualitas
Sindiran Tenaga Ahli KSP, Ali Mochtar Ngabalin dan Politisi PDI Perjuangan, Ruhut Sitompul langsung direspons pengamat politik, Refly Harun. Balasan itu dilakukannya usai dirinya membandingkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Menurutnya narasi yang disampaikan komunikator istana itu tidak memiliki intelektualitas dan menggambarkan perilaku preman jalanan. Refly Harun menilai pernyataan yang acap dilontarkan keduanya dalam ruang terbuka akan sangat berdampak pada penilaian publik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Analisis saya mengenai Jokowi pindah salat Id dari Jakarta ke Yogyakarta itu sudah membuat panas paling tidak dua punggawa istana, dua komunikator istana yang selama ini sering kali menggunakan narasi atau verbal,” katanya dikutip dari akun YouTube miliknya, Sabtu (7/5).
“Serangan verbal terhadap siapapun yang mengkritik Presiden Jokowi dengan mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak menggambarkan intelektualitas. Hanya menggambarkan perilaku preman jalanan. Tapi mohon maaf ini salah saja dalam tanda kutip tentunya,” tambahnya.
Dia merasa iba melihat Presiden Jokowi karena dikelilingi oleh komunikator-komunikator yang buruk. Hal itu antara lain dapat berdampak ke Presiden sendiri.
“Karena saya menganggap kasihan Presiden Jokowi-nya kalau dikelilingi dengan komunikator-komunikator yang buruk. Tapi belum tentu juga saya benar. Makanya saya katakan tidak ada yang namanya kebenaran mutlak,” katanya.
“Kita bisa testing terhadap publik yang lebih netral, publik yang mau lebih berpikir secara akal sehat. Karena susahnya komunikator istana itu tidak pernah mau berpikir dari sisi analisis, hanya mau melakukan kekerasan verbal saja,” ujarnya
Sebelumnya, Refly Harun melontarkan analisis melalui kanal YouTube pribadinya perihal keputusan Presiden Jokowi yang lebih memiliki melaksanakan Salat Id di Yogyakarta ketimbang Jakarta. Padahal, biasanya, Presiden Jokowi selalu mengikuti salat Idul Fitri berjamaah di Masjid Istiqlal Jakarta.
“Kita tidak tahu ada acara apa presiden salat di Yogyakarta, tetapi bacaan saya belum tentu benar juga. Karena namanya analisis politik itu tidak ada benar tidak salah, tetapi bisa diterima secara rasional,” ujarnya.
Menurutnya langkah itu diambil Presiden Jokowi karena takut kalah populer dengan Anies Baswedan yang diketahui melaksanakan salat Ied di Jakarta International Stadium (JIS). “Sepertinya presiden takut kalah pamor dengan salat Id di Jakarta International Stadium,” imbuhnya.
“Seorang pejabat negara ketika saya berkomunikasi dalam tanda kutip marah-marah, kenapa marah-marah dia diundang ke istana untuk salat di Istiqlal tapi ternyata presidennya pun tak ada,” katanya.
Ali Mochtar Ngabalin merespons analisis Refly Harun soal keputusan Presiden Jokowi yang lebih memilih Salah Id di Yogyakarta. Lewat cuitannya di akun media sosial Twitter @@AliNgabalinNew, Ngabalin menilai Refly Harun masih memiliki dendam kepada pemerintah.
“Rupanya kawan ini sakit hati banget,” ujarnya.
Ngabalin lantas mempertanyakan pola pikir Refly Harun dan menyebut pakar hukum bersumbu pendek. “Ketahuilah wahai sang Professor tdk ada yg bisa menghancurkan besi kecuali karatnya, tdk ada yg dpt menghancurkan seseorg kecuali pola pikirnya. Bagaimana mungkin ada pakar hukum seperti kamu bersumbu pendek atau Small and low mindset,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: