Tak Hanya Syirik, Ritual Mbak Rara di Sirkuit Mandalika Disebut Melanggar Kode Etik Pawang Hujan

Tak Hanya Syirik, Ritual Mbak Rara di Sirkuit Mandalika Disebut Melanggar Kode Etik Pawang Hujan

Aksi ritual pawang hujan Rara Istiani Wulandari saat MotoGP Indonesia 2022 di Sirkuit Mandalika, Lombok, NTB, Minggu (20/3) lalu, masih menuai pro kontra. Nah, yang terbaru justru datang dari orang sakti di Bali.

Dia adalah Jro Paksi Penyumbu Ring Perepan Sari, Pedungan, Denpasar Selatan. Jro Paksi mempertanyakan aksi Mbak Rara memamerkan kelebihannya memindahkan hujan di depan banyak orang.

Di antaranya tentang kode etik pawang hujan. Ya, ternyata pawang hujan juga punya kode etik.

Hal itu tampaknya telah dilanggar Mbak Rara saat melakukan ritualnya di Sirkuit Mandalika. Pada ajang balap motor paling bergengsi di dunia itu, Mbak Rara menunjukkan kesaktiannya dengan berusaha memindahkan hujan di atas langit Sirkuit Mandalika.

Aksi pawang hujan dari Bali berdarah Jawa kelahiran Papua itu dipuji banyak orang. Tapi tak sedikit pula yang mencibir Mbak rara.

Ada tiga peringatan Jro Paksi yang tampaknya sudah dilanggar Mbak Rara. Berikut rinciannya:

1. Kode Etik Pawang Hujan
Menurut Jro Paksi, kode etik yang wajib dipegang pawang hujan sejatinya lebih utama membantu kegiatan keagamaan atau manusia. “Semua yang berpacu di Mandalika adalah Kuda Besi, tak perlu ada pawang hujan, mereka sudah tahu ban motor apa yang harus dipakai saat hujan atau panas,” tutur Jro Paksi.

2. Tidak Boleh Terima Bayaran
Pawang hujan tidak boleh menerima pekerjaan karena mengejar bayaran semata. Ada tugas mulia lainnya yang harus dijunjung tinggi oleh seorang pawang hujan. Seperti kabar yang ramai beredar, Mbak Rara disewa khusus panitia MotoGP Indonesia untuk jadi pawang hujan. Bayarannya sampai ratusan juta rupiah.

3. Bukan Ajang Pamer Kesaktian
Menurut Jro Paksi, keahlian mengendalikan hujan dan panas bukan untuk dipamerkan ke orang lain. Aksi pamer ini juga untuk menghindari jika gagal dalam menjalankan tugasnya, semisal hujan masih turun. “Maaf saya tidak tahu saya sakti atau tidak, tetapi teknologi kekinian jadi faktor utama dalam sebuah kegiatan atau tujuan,” papar Jro Paksi.

“Apa pun ritualnya, itu usaha seorang pawang mengendalikan hujan, tetapi harga diri jatuh kalau hujan tetap turun,” bebernya.

Jro Paksi menilai ajang seperti MotoGP tidak perlu menggunakan jasa pawang hujan.

“Sebuah ajang dunia yang ditonton jutaan mata penggemar, MotoGP tetap melaju walau saat hujan atau panas,” kata Jro Paksi. (jpnn/zul)

Sumber: