Ciri Penceramah Radikal Dibongkar BNPT, MUI Setuju: Apapun yang Namanya Separatis, Khilafah
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudan membongkar ciri dan strategi penceramah radikal.
Hal ini, menurut Ketua Badan Penanggulangan Ektremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) Muhammad Syauqillah
bukanlah masalah yang perlu diperdebatkan.
Menurutnya, apa yang dilakukan BNPT telah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai badan yang menanggulangi terorisme.
Menurut dia, sejatinya poin-poin yang dikemukakan BNPT terkait dengan lima ciri atau indikator penceramah radikal dalam konteks kajian radikalisme terorisme memang fakta dan datanya demikian.
"Apa yang disampaikan BNPT itu sudah sesuai dengan koridornya, ciri-ciri penceramah itu, saya sepakat dan faktanya memang demikian," kata Syauqillah, Jumat (11/3).
Dalam kesempatan yang sama, dia juga mengkritisi pihak-pihak yang masih mempermasalahkan dan tidak puas terhadap penyataan BNPT tersebut.
Mereka yang tidak puas, adalah pihak yang tidak memahami kontekstualisasi kronologis mencuatnya isu penceramah radikal.
"Karena kalau kita kembali pada kronologisnya, itu 'kan forum internal TNI/Polri. Wajar saja Presiden memberikan instruksi kepada lembaga di bawahnya. Pihak yang merasa kurang puas, mungkin tidak memahami kontekstualisasi kronologinya seperti apa," paparnya.
Ia memandang, perlu untuk memahami konteks radikal sebagai segala sesuatu yang menyalahi konstitusi. Di antaranya anti terhadap Pancasila, anti terhadap NKRI, anti terhadap keberagaman, dan anti terhadap UUD NRI Tahun 1945.
"Secara konsensus nasional kita sudah menyepakati Pancasila. Jika ada yang lain yang mempromosikan di luar kesepakatan dari konsesnsus nasional kita, itu radikal, di situ saja," tegasnya.
Jika melihat dari 5 poin yang dikemukakan BNPT, kata Syauqillah, intinya adalah bahwa apa pun yang menyalahi konsensus nasional, yaitu Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, adalah radikal.
"Jadi, apa pun yang namanya separatis, khilafah, dan lain-lain kalau menyalahi konsensus Indonesia sebagai darul ahdi wa syahadah (negara berdasarkan kesepakatan), itu radikal," jelasnya dikutip dari Fin.co.id. (ima/rtc)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: