Ekstradisi Paulus
Ini menyangkut nama BUMN: ketua konsorsium yang memenangkan tender itu adalah perusahaan BUMN. Yakni PT PNRI (Percetakan Negara Republik Indonesia).
Saya heran. Kok PNRI bisa menang tender begitu besar. Bukankah PNRI itu perusahaan kecil sekali.
Sejak lama saya tahu kondisi sulit PNRI: sesama bisnis percetakan masing-masing tahu isi perut yang lain.
"Kalian ini hanya dipakai ya? Hanya jadi kuda tunggangan ya?" kata saya pada Dirut PNRI saat itu.
Saya tidak memerlukan jawaban. Di BUMN, PNRI digolongkan ke BUMN duafa.
Rupanya Paulus Tanos itu yang mengajaknya bergabung dalam satu konsorsium tender E-KTP. Tanpa itu mana mungkin perusahaan duafa menang tender proyek Rp 2,3 triliun.
PT PNRI memang perusahaan percetakan, tapi tidak punya mesin untuk mencetak e-KTP.
Saya pun meninjau fasilitas mesin cetak yang disiapkan Paulus. Di Jalan Gatot Subroto. Di sebuah gedung baru tinggi. Itu mesin baru. Setidaknya baru didatangkan.
Saya pun bisa langsung menilai: mesin itu tidak akan mampu menyelesaikan proyek besar.
Maka saya bicara apa adanya pada Dirut PNRI: sekarang ini, satu kaki Anda sudah di penjara. Pasti. Ini akan terbongkar. Tinggal tunggu waktu.
Proyek e-KTP adalah mulia. Agar sistem kependudukan Indonesia membaik. Ini soal yang amat strategis untuk menyelesaikan persoalan mendasar bangsa. Proyek ini harus selesai. Tapi tidak mungkin dengan alat seperti itu.
Akhirnya KPK turun tangan. Dirut PNRI masuk penjara. Pejabat tinggi bidang kependudukan Kemendagri dihukum juga. Paulus Tanos lari ke Singapura.
Awalnya banyak yang mengira Paulus takut pada KPK. Belakangan muncul dugaan: Paulus takut pada seseorang yang bisa membunuhnya.
Paulus dinilai berkhianat dalam bisnis. Ia tidak mau menggunakan peralatan dari pihak yang merasa mendapat komitmen untuk itu.
Bisa juga itu hanya dalih Paulus untuk tidak mau pulang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: