Ongko Laokao
Oleh: Dahlan Iskan
KETUA kelenteng se Indonesia meninggalkan kita: Ongko Prawiro. Orang kaya itu meninggal dunia: pemilik pabrik kertas PT Jaya Kertas.
Saya mesong –melayat dalam bahasa daerah Hokkian– kemarin. Kantornya hanya sepelemparan batu dari kantor saya: dulu, di Jalan Kembang Jepun –pecinannya Surabaya.
Hampir 1.000 kelenteng di bawah koordinasinya. Ia jadi Ketua Umum Perhimpunan Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD) se- Indonesia. Juga Ketua Umum Majelis Rohaniwan Tri Dharma Se-Indonesia (Martrisia).
Memang tidak semua dari lebih 1.000 kelenteng mau bergabung di situ. Kelenteng Tuban yang lagi bertengkar hebat itu di luarnya.
Ongko () sudah kaya sejak dari papanya: "separo Kembang Jepun itu milik papanya" ujar yang melebih-lebihkan.
Kelenteng tempatnya sembahyang ada di pojok jalan itu –tinggal belok kiri sedikit: Kelenteng Dukuh. Dekat kampung Arab di Ampel. Tidak jauh dari kelenteng itu pernah terjadi penembakan dramatis di seputar perebutan harta di keluarga sangat kaya lainnya.
Ongko sendiri meninggal dunia dengan damai: di usia 75 tahun. Rabu 12 Januari 2022. Minggu sore sebelumnya dadanya terasa sesak. Ia tahu jantungnya bermasalah. Anak-anaknya memaksa sang papa ke rumah sakit. Salah satu menantunya adalah direktur Rumah Sakit Adi Husada, Surabaya. Tidak jauh dari rumah Ongko di Jalan Kertajaya Indah.
Mungkin Ongko masih terngiang. Di rumah sakit inilah salah satu orang terkaya Surabaya meninggal dunia: Arief Harsono, pemilik pabrik oksigen terbesar di Indonesia. Arief meninggal kekurangan oksigen akibat Covid-19.
Sang Papa menolak dibawa ke rumah sakit. Covid memang sudah reda tapi masih ada ancaman Omicron.
Malam itu sesaknya bertambah-tambah. Tekanan oksigen di rumahnya tidak cukup kuat. Tidak kuat lagi. Keesokan harinya Ongko dibawa ke rumah sakit. Langsung masuk ICU. Dibantu oksigen. Diberikan berbagai obat. Tiga hari kemudian meninggal dunia.
Ongko memang menderita diabetes sejak lama. Hobinya makan enak.
Papanya Ongko kaya karena dagang tekstil dan membangun properti. Hotel terbaik Surabaya pada zamannya, Olympic, Keputran, adalah miliknya.
Demikian juga Hotel Niagara di Lawang, dekat Malang. Yang bangunannya mirip kastil di Eropa. Yang pernah berpuluh tahun jadi ikon Lawang.
Tidak jauh dari Niagara itu pula, kelenteng besar ia bangun: persis meng-copy salah satu kelenteng berdewa besar di Taiwan. Masih eksis sampai sekarang.
Masyarakat Tionghoa Surabaya umumnya tahu kisah sukses ayah Ongko ini. Terutama kisah bagaimana ia sampai punya istri empat –dengan total anak 39 orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: