Camat Gembira

Camat Gembira

Oleh: Dahlan Iskan

INI tentang teman terbaik saya di Bali. Yang sebulan terakhir dua kali ke rumah saya di Surabaya.

Baru kemarin saya menemuinya di Bali –setelah lebih 2 tahun tidak bisa ke pusat wisata itu. Sekalian ada acara BDL –perusahaan logistik yang ''break the impossible'' justru di tahun Covid 2021.

Nama perusahaan itu Bangun Desa Logistik –tapi urusannya lebih banyak dengan penerbangan. Di situ saya bertemu untuk kali pertama: Dirut Batik Air Wisnu Wijayanto. Juga Dirut BDL yang awalnya saya hanya hafal nama depannya: Soeryo Bawono –teman seiring di senam Monas sejak tahun 2010.
Beberapa direktur anak perusahaan Angkasa Pura juga hadir dan bisa ngobrol bersama.

Malamnya saya masih bisa kongkow bersama mereka di belakang hotel: sambil makan malam di dekat pantai Canggu. Inilah juga kali pertama saya ke Canggu –pantai yang lebih ke barat dari Seminyak, apalagi Kuta.

Tentu saya bertanya mengapa dipilihkan tidur di Canggu. "Inilah pantai yang sekarang lagi happening di Bali," ujar Soeryo. Ia pun bercerita: dulunya turis bule suka ke Kuta. Ketika Kuta kian ramai, mereka bergeser ke barat: Seminyak. Ramai lagi. Mencari objek baru: Canggu.

Canggu pun kelak akan penuh dengan turis lokal dan Asia. Turis bule masih bisa ke yang lebih Barat lagi: jangan-jangan kelak sampai Gilimanuk.

Saya memang menemukan beberapa turis bule di Canggu. Di pantainya. Di lautnya –mereka surfing. Di restorannya. Di barnya –ikut nonton bareng Manchester City lawan Chelsea. Saya salut pada mereka.

"Kan belum ada pesawat komersial asing yang mendarat di Bali. Bagaimana mereka bisa datang di sini," tanya saya.

"Umumnya lewat Jakarta," ujar Soeryo.

"Kan harus karantina 14 hari? Mereka mau?"

“Mereka ini fans Bali yang die hard. Karantina 14 hari mereka jalani," katanya. Itu karena mereka bisa tiga bulan atau lebih di Bali.

Ups... Ternyata ini masih belum tentang teman karib saya di Bali itu.
Ini masih tentang BDL. Ini karena di forum BDL itu saya terperangah. Rapat kerjanya begitu ''liar''. Saya

seperti menghadiri kebaktian di gereja Mawar Sharon: sebentar-sebentar menyanyi. Lagu-lagunya riang-gembira. Ada yang joget segala. Yakni ketika lagu dangdut Mendung Tanpo Udan berkumandang. Saya ikut joget sekadarnya: lagu itu –dan gerakan itu– ada di rangkaian senam-joget saya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: