Krisis Tol

Krisis Tol

Tapi tetap saja banyak yang tidak mau memenuhi kewajiban DMO. Lebih banyak dari yang taat. Dari 600 lebih penambang, kurang dari 50 yang taat DMO.

Sampai-sampai PLN mengalami krisis batu bara. Sampai-sampai harus menggunakan LNG yang mahal.

Heboh. Para penambang pilih menggenjot ekspor habis-habisan. Sampai melebihi 500 juta ton setahun. Di tahun kemarin. All out. Habis-habisan. Seolah batubara itu tidak akan pernah habis.

Harga ekspor memang lagi gila-gilaan: naik dari USD 80 menjadi USD 250/ton. Sekarang harga itu memang sudah turun. Tapi hanya sedikit. Masih di angka USD 170. Masih selisih USD 100 di atas harga DMO.

Sebenarnya penetapan harga USD 70 itu sangat membantu PLN –yang tarif listriknya tidak bisa naik-turun mengikuti fluktuasi harga batu bara. Tapi selisih USD 100 itu menjadi Rp1,5 triliun untuk setiap 1 juta ton. Mata Anak Alay pun akan berubah menjadi bang-jo melihatnya.

Maka muncullah ide baru dari pemerintah: membentuk BLU –badan layanan umum. Yakni seperti perusahaan tapi bukan BUMN. Atau seperti lembaga pemerintah tapi di luar APBN.

Berarti kementerian ESDM yang akan mendirikan BLU itu. Anda bisa mengusulkan namanya: misalnya, Rezeki Denbey.

Pemerintah tidak mau tahu lagi: seluruh pemilik tambang harus menyerahkan 25 persen produk mereka ke BLU.

Berarti BLU akan punya stok batu bara dalam jumlah puluhan atau ratusan juta ton.

Mungkin BLU akan membangun stok pile –gudang terbuka batu bara yang mahaluas. Berarti, BLU juga harus membangun pelabuhan besar. Ini menyangkut biaya triliunan rupiah.

Atau BLU menyewa saja fasilitas seperti itu. Baik di lokasi milik penambang sendiri atau di gudang-gudang milik PLN. Atau milik siapa pun.

Saya harus akui ide BLU itu bagus –kalau dilaksanakan sejak 15 tahun lalu. Fasilitas itu bisa sekaligus untuk blending batu bara. Batubara yang sangat baik dicampur dengan yang kurang baik: menghasilkan batu bara baik. Juga batu bara yang punya standar mutu yang konsisten.

Sekali lagi investasinya sangat besar: termasuk mesin-mesin blender raksasa.

Berarti BLU mendapat batu bara itu dengan harga beli USD 70. Lalu BLU-lah yang menjual ke PLN. Dengan demikian PLN tidak perlu lagi punya anak usaha batu bara. Juga tidak perlu lagi ada divisi pembelian batu bara.

Kalau memegang angka tahun lalu, jumlah produksi batu bara Indonesia 600 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: