Jilid Tiga

Jilid Tiga

Aturannya: setiap calon produk asuransi harus diajukan ke OJK. Lembaga yang mengambil sebagian peran Bank Indonesia itulah yang bertugas memeriksa usulan produk baru itu. Kalau perlu dengan memanggil perusahaan asuransi pengusul: seperti apa idenya, bagaimana melaksanakannya.

Setelah yakin itu baik, OJK menerbitkan izin peluncuran produk baru itu.

Ketua OJK —yang biasanya lebih sibuk di urusan politik— punya enam anggota. Bahkan delapan —kalau dua anggota yang ex-officio dimasukkan: Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.

Salah satu anggota itu khusus mengawasi sektor asuransi. Anggota lain ada yang khusus mengawasi bank. Atau pasar modal. Atau lainnya.

Untuk perbankan paling hanya perlu ini: jangan sampai ada komisaris bank sulit diganti karena punya kedekatan dengan pimpinan OJK. Kewajiban OJK terbatas pada: menguji apakah calon komisaris memenuhi syarat atau tidak. Bukan syarat itu dipakai untuk membuang atau mempertahankan seorang komisaris. Ujian calon komisaris —dan direksi bank— adalah mutlak. Tapi tidak bisa itu dipakai untuk main-mata.

Anggota yang membidangi asuransi, di OJK Jilid 2, rasanya memang bukan orang asli asuransi. Tapi sudah punya pengetahuan cukup tentang asuransi. Mestinya. Setidaknya punya staf yang latar belakangnya asuransi. Kalau ada. Pasti ada: komite industri keuangan non bank (IKNB) di OJK. Yang seharusnya sama kuatnya dengan komite IKB.

Produk asuransi memang kian kreatif. Uang bisa membuat orang terpaksa pintar. Anda misalnya, mengasuransikan jiwa Anda. Awalnya, kan tidak bisa Anda menikmatinya —karena justru uangnya cair ketika Anda meninggal dunia.

Tapi dengan kreasi-kreasi baru dari kreator asuransi, Anda bisa menikmati bunganya —pun ketika Anda masih hidup. Anda senang. Istri/suami Anda senang. Atau anak-anak Anda.

Maka unit link inilah produk yang harus paling ditata oleh OJK Jilid 3.

Kelemahan unit link ini karena terkait dengan investasi di pasar modal. Uang premi Anda itu dibelikan saham. Atau obligasi. Atau surat utang. Mana yang paling memberi return tinggi.

Itulah yang ditangkap oleh mulut buaya pasar modal. Pasar modal itu seperti kebun binatang —jenis buaya pun punya hak hidup yang sama dengan burung kakaktua. Yang membedakan adalah kerangkengnya.

Yang penting bagaimana OJK tidak menempatkan buaya di kerangkeng burung beo.

Buaya, Anda benar-benar sudah tahu: makanannya daging —Jiwasraya adalah daging yang justru datang sendiri ke buaya yang bisa berkeliaran itu.

Maka OJK Jilid 3 harus membangun kerangkeng baru untuk buaya-buaya pasar modal. Salah satu yang terpenting adalah: jangan boleh ada negosiasi langsung antara daging dan buaya. Harus lewat penawaran terbuka. Apalagi kalau daging itu dagingnya BUMN.

Tertarik?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: