Manusia Musnah

Manusia Musnah

Hari-hari ini air di Bengawan Solo sangat tinggi. Warna airnya keruh. Sekarang memang lagi musim hujan.

Penggalian dilakukan di musim kemarau. Ketika airnya sedikit. Untuk menyeberang pun cukup dengan perahu kecil. Yang dijalankan dengan galah.

Saya lama berdiri di pagar museum itu. Memandangi Bengawan Solo agak lama. Sambil membayangkan masa lalu yang jauh.

Ternyata, 1,8 juta tahun yang lalu sudah banyak manusia menghuni kawasan ini. Manusia Trinil. Yang wujudnya bisa Anda lihat sendiri di foto yang menyertai tulisan ini. Berdiri tegak seperti manusia modern. Hanya bentuk kepala, wajah dan ukuran panjang tangannya yang sedikit beda. Sedikit sekali.

Apakah orang seperti saya ini keturunan Manusia Trinil? Saya harus bertanya kepada ahlinya.

Yang saya tahu, asal usul ayah saya dari Yogyakarta. Bahwa lahirnya tidak jauh dari Trinil itu akibat Jogja dilanda perang di tahun 1825-1830.

Anda tahu: saya pernah memeriksakan DNA di Amerika Serikat. Hasilnya: saya ini keturunan Neanderthal (2,5 persen), China (5 persen), Arab (2,5 persen), dan suku Indian (American Indian 2,5 persen). Sisanya, yang terbesar, asli Asia Tenggara. Sayang Asia Tenggaranya tidak bisa dirinci: Vietnam? Yun Nan? Sunda? Sangiran? Trinil?

Harusnya lembaga peneliti DNA Amerika itu memeriksa gen Manusia Trinil. Sehingga bisa tahu: benarkah Manusia Trinil itu sudah punah total. Sehingga kita-kita ini tidak punya sedikit pun darah Trinil.

Tapi semua itu salah. Prof Dr Harry Widianto sudah mempelajari semua itu.

"Manusia yang sekarang ini tidak ada hubungannya dengan Manusia Trinil maupun Manusia Sangiran," ujarnya.

Prof Harry adalah ahli antropologi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Ia memperdalam ilmunya di Prancis. Sampai memperoleh gelar doktor di sana. Disertasinya mengenai fosil Jawa lama maupun yang baru, yang belum dipublikasikan.

Bentuk otak manusia Trinil, kata beliau, sama sekali berbeda dengan manusia sekarang. Otak manusia Trinil memanjang ke belakang. Otak manusia modern relatif bulat. Itu bisa diketahui dari bentuk tengkorak yang ditemukan.

Trinil sendiri, ujar Prof Harry, adalah nama desa di tepi Bengawan Solo, di barat Ngawi itu.

Bahwa sekarang tidak ada Desa Trinil itu karena Trinil hanya satu pedukuhan kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: