Luhut dan Erick Diduga Berbisnis Tes PCR, Mahfud MD Bela Keduanya

Luhut dan Erick Diduga Berbisnis Tes PCR, Mahfud MD Bela Keduanya

Tudingan dugaan keterlibatan dua menteri Kabinet Indonesia Maju dalam bisnis tes PCR, hingga kini masih ramai diperbincangkan publik. Keduanya adalah Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN, Erick Thohir.

Menjawab tuduhan itu, Menkopolhukam Mahfud MD pun membela keduanya. Masyarakat diberi kesempatan Mahfud MD untuk ikut mengawal dan mengkritisinya. 

"Pengadaan tes PCR sejatinya muncul saat Indonesia sedang panik menangani virus COVID-19. Kontroversi penanganan COVID-19 di Indonesia muncul sejak pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 1 tahun 2020," ujar Mahfud dalam diskusi virtual di Jakarta, Minggu (14/11).

Menurut hukum keuangan, beber Mahfud, pemerintah bisa dianggap melanggar UU jika belanja APBN mengalami defisit anggaran lebih dari tiga persen dari PDB. "Nah, waktu itu untuk menanggulangi COVID-19 diperkirakan akan terjadi defisit lebih dari tiga persen. Sehingga untuk melakukan tindakan cepat, pemerintah membuat perppu."

Selanjutnya, DPR menyetujui Perppu tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Mahkamah Konstitusi (MK) juga memperkuat frasa di Pasal 27 ayat (2) ke Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3).

"DPR menyetujui perppu tersebut menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020. Setelah diuji UU tersebut dibenarkan oleh MK. Malah, MK memperkuat frasa yang ada di Pasal 27 ayat (2) bahwa pejabat dianggap tidak melanggar hukum jika menggunakan anggaran dengan besaran apa pun selama dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh MK, frasa tersebut dikuatkan ke Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) sebagai 'conditionally constitutional'," jelasnya.

Pada 2020, lanjut Mahfud, Presiden Joko Widodo mengajak peran serta masyarakat untuk ikut menanggulangi COVID-19. Saat itu masyarakat panik terkena teror COVID-19 sampai-sampai alat kesehatan langka.

"Pemerintah berebutan dengan negara-negara besar yang juga panik, untuk membeli APD dan obat-obatan. Kontroversi antar-dokter, antar-ahli agama, antar-sosiolog juga semakin membuat masyarakat panik," jelasnya.

Seruan Presiden Jokowi kepada masyarakat itu ditanggapi cepat. Hal tersebut dibuktikan, dengan munculnya penelitian membuat vaksin, obat hingga alat pelindung diri (APD).

"Atas seruan presiden itu, muncullah kegiatan industri masker di berbagai daerah, muncul obat-obatan tradisional. Seperti minuman pokak dari Jawa Timur, ramuan telur-jahe, obat sedot antivirus, dan sebagainya," imbuhnya.

Selain itu, berkembang penelitian kreatif dari berbagai kampus di Indonesia. Dari UGM, kata melahirkan tes GeNose untuk mendeteksi ada tidaknya virus Corona yang masuk ke tubuh manusia.

"Dari Universitas Airlangga (Unair) lahir lima racikan obat untuk mengobati COVID-19 sesuai dengan tingkat komplikasinya," urai Mahfud.

Dari situlah, Luhut dan Erick Thohir ikut mendirikan PT Genomik Solidaritas Indonesia (SGI) untuk merespons seruan dari DPR. Pengadaan PCR yang didistribusikan oleh yayasan tersebut ada yang berbayar dan ada yang gratis.

"Semula LBP, Erick Thohir, dan kawan-kawan membentuk sebuah yayasan untuk membantu masyarakat dalam pengadaan obat dan alat tes COVID. Yayasan tersebut mendirikan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang, antara lain, melakukan pengadaan PCR yang distribusinya ada yang berbayar dan ada pula yang digratiskan," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: