Milihat Potensi Wisata Telaga Ranjeng di Brebes yang Miliki Segudang Cerita
Berbicara mengenai Kabupaten Brebes, mungkin semua orang sudah mengenalnya dengan daerah penghasil telur asin maupun bawang merah. Namun, siapa sangka di daerah paling barat Provinsi Jawa Tengah (Jateng) berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat (Jabar) di jalur pantura ini memiliki potensi wisata yang cukup banyak.
Obyek wisata yang ada di Brebes di antaranya, Kebun Teh Kaligua di Desa Pandansari Kecamatan Paguyangan, Air Terjun Ranto Canyon di Desa Windusari Kecamatan Salem.
Selanjutnya, Curug Putri di Desa Mandala Kecamatan Sirampog, Pantai Randusanga di Desa Randusanga Kulon Kecamatan Brebes dan masih banyak lagi obyek wisata lainnya yang ada di Brebes.
Tidak terkecuali Obyek Wisata Cagar Alam Telaga Ranjeng, di Desa Pandansari Kecamatan Paguyangan. Khusus obyek wisata yang terakhir disebut ini memiliki segudang cerita atau kisah.
Informasi yang didapat, telaga ini telah ditetapkan oleh seorang Gubernur Hindia Belanda pada 1925 lalu sebagai cagar alam. Dan kini pengelolaannya dimiliki Perhutani Pekalongan Timur.
Seorang budayawan asal Kabupaten Brebes, Wijanarto mengatakan, Telaga Ranjeng, berada di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Telaga ini memiliki luas 18,5 hektare yang dikelilingi hutan lindung seluas 51 hektare dengan didominasi oleh pohon pinus dan pohon damar. Di mana, telaga ini terletak di kawasan kaki Gunung Slamet.
"Pada 1925, telaga ini ditetapkan sebagai cagar alam oleh gubernur Hindia Belanda. Dan pada 2004 lalu, telaga ini ditetapkan kembali oleh Menteri Kehutanan sebagai cagar alam," ungkapnya.
Dijelaskan Wijanarto yang juga menjabat sebagai kepala bidang (kabid) Kebudayaan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Kabupaten Brebes, telaga tersebut memiliki keindahan alam yang eksotik. Makanya, tidak jarang warga dari Brebes maupun luar daerah yang datang ingin melihat keindahannya.
"Tidak hanya keindahan fauna saja, di Telaga Ranjeng ini juga terdapat floranya. Bahkan, hasil penelitian Yuniarso, di tempat itu memiliki renjeng 40 spesies tanaman, dan 23 spesies fauna atau hewan," ujarnya.
Ditambahkannya, penuturan masyarakat Desa Pandansari, Telaga Ranjeng ini memiliki ekologi kebudayaan yang menarik. Di mana Telaga Ranjeng tidak hanya sebagai cagar alam, tetapi juga sebagai rana ibu kebudayaan yang oleh masyarakat desa setempat sangat dihormati. Karena adanya mitologi yang berkembang hingga saat ini terkait mitos ikan lele yang menjadi ikon dari Telaga Ranjeng.
"Warga setempat meyakini jika di sana ikan lele di tempat itu telah menjadi dampyak makhluk halus, dari mulai Ratu Wanora yang berwujud kera putih, ular berkepala manusia, dan lain sebagainya," ungkapnya.
Sejak puluhan tahun silam, di Telaga Ranjeng ada ikan lele yang mencapai ribuan bahkan jutaan ekor. Namun, sejak 2008 yang lalu ikan lele mengalami penurunan, dan muncul ikan jenis lain, seperti ikan emas dan ikan klaper yang bentuknya seperti ikan mujaher.
"Ada beberapa hal yang menjadi penyebab penurunan ikan lele tersebut, yaitu satu ikan lele bersifat kanibal atau pemakan sesama dan adanya proses migrasi ke daerah lainnya," ucapnya.
Dirinya menyebutkan, di telaga ini juga percaya akan adanya larangan bagi pengunjung di Telaga Ranjeng memperlakukan ikan-ikan yang ada secara tidak pantas. Apalagi sampai mengambilnya untuk dibawa pulang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: