Kanker Prostat
"Saya putuskan segera operasi. Tempulu masih sangat dini," katanya.
Logika berpikirnya: punya benih kanker di dalam tubuh membuat hidup tidak tenang. Dengan operasi, kankernya bisa dibuang. Toh belum berkembang ke mana-mana.
"Saya menjalani operasi selama tiga jam," katanya.
"Bagaimana kerja robotnya?" tanya saya, kemarin.
"Saya tidak tahu. Saya kan dibius total," katanya.
Ia pun mengirimi saya video: operasi kanker prostat pakai robot. Saya lihat video itu. Memang tidak dilakukan penyayatan panjang di bagian perut. Hanya saja di perutnya ditusuk di enam titik. Untuk membuat enam lubang: untuk memasukkan kabel dan 'tangan' robot.
Juga untuk selang pengisap darah di sekitar jaringan yang dipotong oleh tangan robot.
Tangan robot itu dikendalikan oleh dokter dari luar ruang operasi. Terlihat bagaimana tangan robot 'menyibak jaringan-jaringan di perut bagian bawah. Lalu menuju bawah empedu. Ke bawah lagi. Ke dekat pangkal penis. Ke arah prostat. Tangan robot itu lantas membuka prostat dan mengambil kankernya.
Tangan robot pula yang memasukkan kanker itu ke dalam kantong plastik. Lalu kantong itu ditarik ke luar, lewat salah satu dari enam lubang buatan di perut.
Tugas akhir si tangan robot adalah menjahit prostat yang dibuka tadi. Selesai.
"Sekarang hidup saya lebih tenang. Tidak kepikiran lagi," katanya.
Tentu begitu juga logika Pak SBY. Tinggal mau melakukannya di mana. Saya tidak memperoleh jawaban dari beliau. Dugaan saya beliau memilih Amerika. Beliau lulusan negara itu. Juga merasa nyaman di sana.
Kecil kemungkinan beliau memilih Singapura —bayangan akan almarhumah sang istri akan sulit dihapus. Beliau, waktu itu, sampai dua bulan tinggal di RS Singapura. Untuk mendampingi sang istri, Bu Ani Yudhoyono, yang terkena kanker darah.
Itu baru dua tahun lalu. Juni 2019. Masih sangat segar di ingatan.
Ke mana pun berobat terserah beliau. Ke Jepang juga sangat baik. Ke Jerman juga hebat. Ke Hong Kong pun sudah terkenal kemampuannya di bidang itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: