Garuda Menyenangkan
Sembilan lembaga itu adalah: Pertamina (utang bahan bakar, sekitar Rp 12 triliun), Angkasa Pura (utang biaya landing dan take off sekitar Rp 3 triliun), dan kepada bank-bank milik BUMN sendiri.
Yang dengan penyewa pesawat di luar negeri masih sulit. Terutama yang dari Amerika. Jumlah mereka juga banyak: 32 perusahaan. Negosiasinya tentu sulit –pun ketika baru tahap mengatur jadwal negosiasinya.
Di Amerika penerbangan domestik sudah praktis normal. Seperti pun di Tiongkok. Mereka sudah mulai memerlukan banyak pesawat lagi.
Kalau pun penerbangan domestik Indonesia juga segera normal, bagaimana Garuda?
Tentu Garuda juga sangat senang. Tapi yang lebih senang adalah dia: Lion. Garuda akan kalah start dengan Lion Air.
Dari sekitar 120 pesawat Garuda, yang 70 tidak boleh terbang: bayar sewanya sudah lama tertunggak. Sebagian lagi harus menjalani pemeliharaan.
Bisa jadi Garuda hanya akan start dengan 40-an pesawat. Dari armada 777-nya pun tinggal 1 yang masih bisa beroperasi. Selebihnya tidak boleh terbang –bahkan ada yang sudah benar-benar ditarik balik ke Amerika.
Pun Lion. Sebagian pesawat sewa Lion juga ditarik balik. Tapi Lion sudah dapat mengganti pesawat yang lebih murah: beli dari Indigo. Yakni perusahaan penerbangan India yang baru saja bangkrut.
Besarnya pasar domestik Indonesia bisa saja menjadi senjata bagi Garuda. Terutama untuk nego soal utang sewa pesawat. Tapi biaya sewa pesawat yang sudah telanjur lebih mahal itu akan menyulitkan Garuda untuk bersaing. Terutama dengan Lion yang biaya pesawatnya lebih murah.
Saya pun akhirnya memahami mengapa pemerintah tidak membawa saja Garuda langsung menuju pailit: nasib uang Pertamina, Angkasa Pura, dan bank-bank BUMN bisa tidak terbayar.
Aset Garuda yang masih tersisa, setelah dijual, tidak bisa untuk membayar mereka. Jumlah utang ke pihak di luar negeri jauh lebih besar. Mereka pun bisa bersatu di depan hakim kepailitan. Agar suara mereka mayoritas.
Yang harus dibela ternyata bukan lagi hanya Garuda. Tapi juga Pertamina dkk itu. Padahal kalau hanya memikirkan Garuda, siapa yang keberatan untuk dipailitkan. Pemerintah sudah menyiapkan penggantinya: Pelita Air. Milik Pertamina sendiri. Yang sekarang masih berstatus perusahaan penerbangan carter.
Anda sudah tahu: Kementerian BUMN sudah mengurus perubahan izinnya menjadi penerbangan berjadwal.
Tapi, itu tadi, bagaimana nasib uang negara yang ada di Pertamina dan kawan-kawan itu.
Waktu pun terus berputar. Keadaan cepat berubah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: