Belajar Menulis Puisi dengan Model ATM

Belajar Menulis Puisi dengan Model ATM

Oleh: Tri Mulyono
Dosen FKIP dan Sekretaris Direktur Pascasarjana UPS Tegal

Belajar menulis puisi bisa dilakukan dengan model ATM. Para penganut aliran tingkah laku seperti Watson, Clark Hull, Edwin Guthie, dan Skinner mengartikan belajar sebagai perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. 

Misalnya, seseorang yang setelah membaca banyak puisi karya penyair ternama, tergerak kreativitasnya untuk menulis puisi. Contohnya, sesudah  mengikuti seminar penulisan puisi seorang peserta bisa menghasilkan puisi. Jadi, perubahan dari tidak menulis menjadi bisa menulis puisi karena hasil belajar.

Di dalam  bukunya yang berjudul Teknik Penulisan Artikel Ilmiah Populer, Slamet Suseno (1984) membedakan antara menulis dengan mengarang. Menurutnya, menulis adalah proses pembuatan karya tulis berdasarkan tulisan, karangan, atau pernyataan gagasan orang lain. 

Contoh tulisan adalah semua karya tulis yang pada bagian belakangnya tersaji daftar bacaan, seperti laporan, skripsi, tesis, dan disertasi. Mengarang adalah membuat karya tulis berdasarkan imajinasi. Contoh karangan adalah berbagai bentuk puisi dan prosafiksi. Dengan demikian, karangan diartikan sebagai karyan tulis yang disusun berdasarkan imajinasi atau khayalan. 

Tulisan yang dibuat berdasarkan pernyataan gagasan orang lain misalnya, berbagai tulisan yang datanya dikumpulkan berdasarkan wawancara, seperti teks berita.
        
ATM merupakan singkatan dari amati, tirukan, dan modifikasi. Jadi, menulis puisi dapat dilakukan dengan mengikuti tiga langkah, yaitu mengamati, menirukan, dan memodifikasi. Andrias Harefa menyebut model ATM dengan istilah N tiga atau No telu. N tiga merupakan kependekan dari niteni, nirokke, dan nambahi yang dalam bahasa Jawa bisa disebut No telu itu.

Amati

Langkah pertama dalam menulis puisi, khususnya bagi penulis pemula, adalah mengamati puisi. Pengamatan terhadap puisi dilakukan dengan membaca sebanyak-banyaknya puisi. 

Khususnya puisi karya-karya penyair ternama yang kualitas puisinya sudah tidak diragukan lagi. Sebagai contohnya adalah membaca sebanyak-banyaknya puisi-puisi Amir Hamzah, puisi-puisi Chairil Anwar, puisi-puisi Subagio Sastowardoyo, puisi-puisi Sitor Situmorang, puisi-puisi Sapatdi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, dan seterusnya. 

Semakin banyak dan beraneka ragam puisi yang dibaca akan semakin baik, karena pembaca akan mendapatkan perbandingan yang komprehensif. 

Di dalam Sastra Kamus Istilah, Panuti Sudjiman (1986: 61) menyebutkan bahwa puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta jumlah baris dan bait. mengamati sebanyak-banyaknya puisi yang telah ada dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman tentang hakikat puisi. 

Di dalam membaca, pembaca sebenarnya ingin mendapatkan informasi tentang berbagai hal yang harus ada dalam puisi, misalnya apa itu irama, matra, ruma, bait, dan baris.

Di samping itu, membaca sebanyak-banyaknya puisi adalah untuk merangsang otak bawah sadar kita bekerja sehingga tergerak memberikan perintah kepada tangan dan jari-jari menulis puisi. Teorinya adalah teori kendi. Kendi jika diisi terus-menerus menjadi tumpah airnya.

Begitu juga otak kita, jika terus menerus dirangsang dengan membaca sebanyak-banyaknya puisi nantinya akan tergerak menulis puisi. Pakar ketrampilann berbahasa mengatakan bahwa belajar menulis dilakukan dengan banyak membaca.

Sumber: