Porang Porong

Porang Porong

Lama-lama PT Ambico mampu membuat glukomanan. Ishii terus belajar teknologinya. Tidak mudah. Terutama teknologi pemurnian tepungnya.

Kalau awalnya hanya bisa ekspor keripik akhirnya PT Ambico bisa ekspor dalam bentuk tepung.

Tapi ekspornya itu tidak selalu mulus. Terutama ketika Jepang harus melindungi petani porang mereka sendiri. Jepang pun menaikkan tarif impor porang. Ishii terpukul. Ia tidak bisa lagi ekspor tepung porang. Ishii tidak menyerah. Ia lihat masih ada peluang kecil: ekspor barang jadi. Maka Ishii membuat pabrik shirataki: tepung glukomanan itu ia jadikan beras dan mie shirataki. Berhasil. Ia pun kembali ekspor porang ke Jepang –dalam bentuk barang siap masak.

Ia merintis juga ekspor ke Tiongkok. Lalu ke Italia. Khusus yang ke Italia itu, Ishii tidak mau menyebutnya mie. Mie tidak laku di negeri pasta itu. Maka di bungkus shirataki itu ditulis: shirataki pasta. Begitu ditulis pasta orang mau membelinya –padahal bentuknya mie juga.

Penguasaan teknologi bikin glukomanan itu dipakai juga untuk mengembangkan tepung karagenan. Yang bahan bakunya rumput laut. Ishii pun membangun pabrik rumput laut di sebelah pabrik porang di Porong, dekat Sidoarjo itu.

Di situ PT Ambico menjadi tonggak sejarah porang Indonesia. Masaharu Ishii sendiri, pendiri pabrik porang itu, tidak sempat tahu terjadinya booming porang lima tahun terakhir.

Tapi nama Ishii akan abadi di dunia porang Indonesia. "Tahun ini porang Indonesia mungkin sudah terbesar di dunia. Sudah mengalahkan Myanmar. Apalagi keadaan Myanmar lagi sulit," ujar Johan.

Setelah itu, porang harus memasuki masa konsolidasi. Yakni menjaga mutu. Menurut Johan, chips porang Indonesia sudah ditolak di luar negeri. Itu gara-gara ulah satu dua orang yang curang. Yakni ekspor chip kering yang tidak benar-benar kering. Sampai keluar belatungnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: