TP3 Anggap Sidang Habib Rizieq Peradilan Sesat, MA Harus Awasi Jaksa dan Hakim yang Tak Independen

TP3 Anggap Sidang Habib Rizieq Peradilan Sesat, MA Harus Awasi Jaksa dan Hakim yang Tak Independen

Sidang Habib Rizieq Shihab (HRS) secara online yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur (Jaktim) dianggap merupakan peradilan sesat. Penilaian itu diungkapkan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Laskar FPI.

Alasannya, HRS sebagai terdakwa saat ini berada di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan. Sedangkan persidangan  dilakukan di PN Jakarta Timur.

TP3 mendesak agar PN Jakarta Timur yang mengadili kasus HRS menjalankan proses peradilan secara konsisten sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Yakni dengan senantiasa menghadirkan terdakwa secara offline di muka persidangan.

Keterangan resmi yang dibubuhi nama Ketua Dewan Penasihat Amien Rais dan Ketua Abdullah Hehamahua itu juga meminta Mahkamah Agung (MA)  mengawasi dan memeriksa jaksa maupun hakim yang mengadili HRS yang menunjukkan sikap tidak independen, melanggar HAM, serta mengadili dengan tidak berasaskan presumption of innocent.

“Ketiga, mengingat kasus ini dinilai mengada-ada dan menjadi sebuah peradilan politik, maka transparansi dan makna ‘terbuka untuk umum; harus benar-benar dijalankan sebaik mungkin. Akses penasihat hukum kepada terdakwa dibuka seluas-luasnya demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” tutur keterangan tersebut.

Selanjutnya, TP3 mrminta terhadap perilaku tak pantas yang dilakukan oknum jaksa maupun petugas yang terlibat dalam proses peradilan HRS, merupakan catatan yang harus ditindaklanjuti dengan sanksi hukum yang semestinya.

“Penghormatan kepada siapapun harus dilakukan, terlebih HRS adalah da'i, ulama, dan salah satu tokoh Islam,” sambung keterangan itu.

Terakhir, TP3 mendesak agar memberi penangguhan penahanan kepada HRS mengingat yang bersangkutan telah cukup usia, kondisi kesehatan, serta jaminan untuk tidak lari atau menghilangkan bukti.

“Wibawa hukum dan pengadilan patut untuk dipulihkan kembali setelah dua kali persidangan yang memperlihatkan kegaduhan, invalid secara hukum, dan tidak menunjukkan proses peradilan yang berwibawa,” demikian keteangan tersebut. (rmol/zul)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: