Pemerintah Jokowi Akan Impor 1 Juta Ton Beras, PDIP Kritik dan Menolak: Di Belakangnya Banyak Rente

Pemerintah Jokowi Akan Impor 1 Juta Ton Beras, PDIP Kritik dan Menolak: Di Belakangnya Banyak Rente

Wacana impor beras yang akan dilakukan pemerintah mendapat kritik pedas. Disinyalir ada pemburu rente di balik rencana kebijakan tersebut.

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan banyak pemburu rente di belakang impor beras. Hal itu dikatakannya menanggapi rencana impor satu juta ton beras oleh Kementerian Perdagangan.

"Menteri Perdagangan tidak boleh melakukan suatu tindakan yang pragmatis hanya untuk impor. Saya tahu di belakang impor itu banyak pemburu rente," katanya, Minggu (21/3).

Dia menyebut bahwa semangat yang dilakukan saat ini adalah membangun kedaulatan pangan di dalam negeri. Sebab Indonesia memiliki sumber pangan melimpah.

Karenanya, sejak setahun terakhir partainya telah itu melakukan gerakan menanam tanaman pengganti beras, di antaranya umbi-umbian, ketela, sukun, dan pisang. "Karena itulah sikap PDIP, kami menolak impor beras," tegasnya.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berencana melakukan impor beras sebanyak satu juta ton, karena pasokan berkurang. Rencana kebijakan impor beras itu pun mengundang polemik.

Bulog mencatat stok beras saat ini mencapai sebesar 869.151 ton. Stok itu terdiri atas stok komersial sebesar 25.828 ton dan cadangan beras pemerintah (CBP) sebesar 843.647 ton.

Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi pada konferensi pers virtual pada, Jumat (19/3) lalu, menyebutkan sekitar 270.000 ton beras yang diimpor pada tahun 2018 diperkirakan turun mutu. Jumlah stok saat ini dikurangi jumlah beras yang turun mutu, menurut dia, stok beras Bulog diperkirakan menjadi 500.000 ton.

Sementara itu, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), potensi produksi beras periode Januari—April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton. Namun, menurut Menteri Perdagangan, penyerapan gabah petani oleh Bulog juga rendah, atau hingga pertengahan Maret 2021 mencapai sekitar 85.000 ton.

Penyebabnya, kata dia, di antaranya karena gabah basah akibat musim hujan.(gw/zul/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: