Vaksin Nusantara
Oleh: Dahlan Iskan
ADA nama Prof dr Hans Keirstead PhD di balik Vaksin Nusantara ini.
Nama itu diakui sebagai ilmuwan bidang pengobatan yang hebat, tapi kontroversinya juga keras.
Prof Hans adalah ilmuwan yang terus menyuarakan perlunya metode stem cell diakui sebagai salah satu cara pengobatan masa depan.
Tapi para dokter masih menganggap stem cell belum bisa diterima sebagai sistem pengobatan. Pun sampai hari ini –ketika orang seperti saya pun sudah lebih 10 kali menjalaninya.
Tahun 2016, Prof Hans tidak sabar lagi. Ia mendirikan perusahaan sendiri: AIVITA Biomedical Inc. Di California, Amerika Serikat. Ia sendiri yang jadi CEO-nya.
Lewat perusahaan itu Prof Hans terus melakukan riset bidang pengobatan yang terkait dengan cell. Ditemukanlah pengobatan dendritic cell untuk kanker otak.
Ketika pandemi Covid-19 memerlukan jalan keluar yang cepat, Prof Hans membelokkan dulu penemuannya itu untuk mengatasi pandemi Covid-19. Ia pun sampai pada kesimpulan: bisa.
AIVITA Biomedical itulah yang kemudian dibawa oleh dokter-Jenderal Terawan ke Indonesia. Untuk dijadikan Vaksin Nusantara.
Prof Hans menilai lewat Indonesia penemuannya itu akan cepat terealisasikan. Di Amerika untuk mewujudkan temuan di bidang medis mahalnya luar biasa. Itu hanya bisa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan raksasa.
Maka, ilmuwan seperti Prof Hans tidak punya banyak pilihan: menyerah ke modal besar atau terkubur sebelum lahir.
Menyerah ke modal besar pun belum tentu merupakan jalan keluar yang baik. Bisa jadi penemuan itu harus antre. Untuk dilewatkan kajian-kajian perusahaan lagi. Baik kajian ilmiah maupun kajian bisnis.
Di negara maju pun nasib inventor tidak mesti mulus.
Misalnya vaksin dendritic cell ini. Untuk melakukan uji coba di Amerika mahalnya luar biasa. Semuanya serba uang besar. Pengeluaran untuk relawan uji coba saja misalnya. Yang harus sebanyak 30.000 orang itu. Asuransi untuk mereka saja bisa mencapai Rp 6 triliun. Baru asuransinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: