Bansos Kemensos Bulan November Diduga Masih Disunat Rp30 Ribu
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) di Jabodetabek oleh Kementerian Sosial (Kemensos) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bansos untuk penanggulangan pandemi COVID-19 ternyata telah 'disunat'.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengaku menemukan indikasi adanya pemotongan anggaran atas bansos tersebut. Sedianya bansos bernilai Rp300 ribu pada November lalu.
"Bahwa pada November lalu telah ditemukan barang bantuan sembako yang diterima masyarakat periode terakhir diduga sangat jauh selisihnya dengan anggaran yang disediakan negara yaitu Rp300 ribu," ujar Boyamin di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (16/12).
Dia menyampaikan berdasarkan temuannya, pemotongan anggaran per paket sembako Rp30 ribu. Dana digunakan oleh Kemensos untuk pembuatan tas goody bag dan urusan transportasi dengan nilai masing-masing Rp15 ribu.
"Pemborong/vendor mendapatkan Rp270 ribu dengan keuntungan dan pajak semestinya maksimal hingga 20 persen yaitu sebesar Rp54 ribu," beber Boyamin.
Namun, ia mengungkapkan, bansos yang diterima masyarakat hanya bernilai Rp188 ribu. Jumlah tersebut memiliki selisih Rp28 ribu dari anggaran pengadaan setelah dipotong pajak 20 persen senilai Rp216 ribu.
Selain itu, ia juga menemukan adanya indikasi selisih Rp5 ribu dari biaya yang dikeluarkan Kemensos untuk pembuatan tas goody bag senilai Rp15 ribu.
"Dengan demikian selisih harga barang sekitar Rp28 ribu ditambah selisih harga goody bag sekitar Rp5 ribu maka uang yang diduga menjadi kerugian negara sekitar Rp33 ribu," imbuh Boyamin.
Selain selisih harga, Boyamin juga mengatakan kualitas sembako yang disalurkan berkualitas rendah. "Beras bau apek, sebagian warna kuning atau hitam. Sarden ikan lebih banyak berisi air dan ikannya sedikit," katanya.
Ia turut meminta KPK mendalami informasi sistem pengadaan sembako bansos yang diduga dikerjakan dengan model subkontraktor.
"Pemborong/Vendor yang ditunjuk telah memberikan pekerjaan kepada pihak lain (sub kontraktor) dengan harga Rp210 ribu sehingga menjadi wajar barang yang dibagikan kepada masyarakat adalah Rp188 ribu," ucapnya.
Adapun dalam melayangkan laporannya, Boyamin turut menyertakan 2 liter minyak goreng senilai Rp22 ribu, 400 gram susu senilai Rp44 ribu, 600 gram biskuit senilai Rp30 ribu, dua kaleng sarden masing-masing seberat 155 gram senilai Rp12 ribu, dan 10 kilogram beras senilai Rp80 ribu sebagai barang bukti.
Dengan demikian, MAKI meminta KPK untuk memulai penyelidikan dan penyidikan baru dengan kualifikasi tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Kami dan masyarakat luas meminta KPK untuk melakukan konstruksi unsur Pasal 2 ayat 2 UU Pemberantasan Korupsi di mana pelaku korupsi kualifikasi pemberatan keadaan tertentu bencana alam dengan opsi dituntut hukuman berat setidaknya seumur hidup dan atau hukuman mati. KPK semestinya memahami suasana kebatinan masyarakat," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: