Izin Ekspor Lobster Distop, Edhy Prabowo: Saya Kuat dan Siap Bertanggung Jawab
Edhy Prabowo telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia dijadikan tersangka dugaan korupsi pemberian izin ekspor benih lobster.
Usai ditetapkan dan ditahan KPK, Edhy menyatakan meminta permohonan maaf kepada Presiden Joko Widodo. Tak lupa dia juga meminta maaf pada Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
"Pertama saya minta maaf kepada Bapak Presiden, saya telah menghianati kepercayaan beliau. Minta maaf ke Pak Prabowo Subianto, guru saya, yang sudah mengajarkan banyak hal," kata Edhy di gedung KPK, Kamis (26/11).
Edhy juga memutuskan untuk mundur dari jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Selain itu juga mundur dari jabatan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.
"Saya akan mengundurkan diri sebagai wakil ketua umum dan juga nanti akan mengundurkan diri untuk tidak lagi menjabat sebagai menteri, dan saya yakin prosesnya sudah berjalan," katanya.
Edhy juga meminta maaf kepada ibundanya dan masyarakat Indonesia. Dia mengaku kuat dan siap mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Saya mohon maaf kepada ibu saya yang saya yakin hari ini nonton di TV. Dalam usianya yang sudah sepuh ini beliau tetap kuat. Saya masih kuat dan saya akan bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi. Kemudian saya juga mohon maaf pada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Kelautan dan Perikanan yang mungkin banyak terkhianati, seolah-olah saya pencitraan di depan umum, itu tidak, itu semangat. Ini adalah kecelakaan yang terjadi," ujarnya.
Edhy bersama enam orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait perizinan tambak, usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Andreu Pribadi Misata (APM), pengurus PT ACK Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Amiril Mukminin (AM).
Sedangkan Direktur PT DPP Suharjito (SJT) adalah tersangka pemberi hadiah. Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Atas penangkapan Edhy, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) langsung menghentikan ekspor benih lobster. Penghentian ekspor tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) NOMOR: B. 22891 IDJPT/Pl.130/Xl/2020. SE tersebut berisi tentang penghentian sementara penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) terkait ekspor benih bening lobster.
"Terhitung surat edaran ini ditetapkan, penerbitan SPWP dihentikan hingga batas waktu yang tidak ditentukan," demikian tercantum dalam SE yang ditandatangani Plt Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini, Kamis (26/11).
Dalam SE disebutkan langkah kebijakan penghentian sementara itu dalam rangka memperbaiki tata kelola pengelolaan benih bening lobster (BBL) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMENKP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Ponunus spp.) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia serta mempertimbangkan proses revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Lingkungan KKP.
Dalam SE tersebut juga dikatakan bagi perusahaan eksportir yang memiliki BBL dan masih tersimpan di packing house per tanggal surat edaran ini ditetapkan, diberikan kesempatan untuk mengeluarkan BBL dari Indonesia paling lambat satu hari setelah surat edaran ini ditetapkan.
Surat edaran tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota; Ketua Kelompok Usaha Bersama Penangkap Benih Bening Lobster; serta Eksportir Benih Bening Lobster.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: