Veteran Mata-mata Agresi Militer Belanda Datangi Ganjar Menjelang Hari Pahlawan

Veteran Mata-mata Agresi Militer Belanda Datangi Ganjar Menjelang Hari Pahlawan

"Merdeka!" . Pekikan semangat itu langsung terucap dari mulut Mbah Min (88) saat melihat kedatangan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di rumah dinasnya, Senin (9/11). 

Kakek bernama lengkap Ngadimin Citro Wiyono atau lebih dikenal sebagai Ngadimin Semprong itu datang dari Solo menemui Ganjar di rumah dinasnya di Semarang. 

Yah, Mbah Min dulunya adalah seorang pejuang. Di usianya yang sudah menginjak 88 tahun itu, dirinya masih lancar menceritakan bagaimana kisah heroiknya tempo dahulu. 

Kepada Ganjar, Mbah Min mengatakan bahwa ia ikut berjuang melawan penjajahan Belanda di Solo. Saat itu, usianya masih sangat muda, yakni sekitar 15 tahun. Kematian sang ayah di tangan Belanda dan juga masyarakat Solo waktu itu, menjadi pelecut semangatnya untuk berjuang.

"Tahun 1948-1950 ada agresi militer Belanda kedua di Solo. Saat itu berpusat di Lapangan Terbang Panasan yang sekarang jadi Adi Soemarmo Solo. Dulu, selama tiga tahun lokasi itu menjadi area perang, banyak warga yang jadi korban, termasuk ayah saya," kata Mbah Min mengawali ceritanya.

Mbah Min ingat betul saat ayahnya ditembak mati oleh Belanda karena dianggap sebagai pejuang. Saat itu, ia berada di dekat sang ayah, sehingga melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kekejaman itu menimpa ayahnya dan warga desa lainnya.

"Saya marah, Belanda biadab. Setelah itu saya memutuskan untuk ikut berjuang. Saya rela mati demi nusa dan bangsa," terang kakek 9 cucu ini.

Awal perjuangan Mbah Min adalah saat membantu para prajurit TNI yang ingin menyergap gudang senjata Belanda. Ia yang melihat senjata prajurit ditinggal di kebun, sengaja menyembunyikannya dengan cara ditutup daun kering. Tujuannya agar tidak ketahuan oleh Belanda.

"Saat itu Komandan pasukan terkejut, kok bisa senjatanya diamankan. Setelah tahu saya yang melakukan, terus saya diminta gabung berjuang dan mendapat tugas baru. Saat itu, saya ditugasi menjadi pengintai Belanda," ucapnya.

Tugas sebagai pengintai Belanda bukanlah perkara gampang. Namun, itu semua bisa dilakukan Mbah Min. Karena masih anak-anak, Belanda tidak curiga bahwa dirinya adalah pengintai.

"Saya juga dipesani Komandan untuk berpura-pura jadi anak tidak normal. Jadi saat itu, saya menjadi pengintai untuk pasukan Indonesia," tegasnya.

Ngudoroso Nasib

Namun kedatangan Mbah Min yang diantar pegiat sosial Solo, Agus Widanarko, itu tak cuma ingin ndongeng. Ia menemui Ganjar karena ingin mengadukan nasibnya yang hingga kini belum tercatat sebagai pejuang di Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI). Oleh sebab itu Mbah Min tidak memperoleh haknya sebagai veteran. Untuk memenuhi kebutuhan harian, ia berdagang mainan anak-anak yang dibuatnya sendiri. 

"Saya memang tidak ngurus itu, karena sekarang itu harus ada hitam di atas putih. Semua harus ada tanda bukti, sementara saya tidak punya. Dulu, saya itu hanya berani saja, tidak mikir besok begini," jelasnya pada Ganjar.

Sumber: