Singgung Masyumi, Mardani Ali Sera: Mendoakan Kemunculan Partai Baru Dapat Menyehatkan Demokrasi
Bertepatan dengan hari ulang tahun ke-75 Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi), sekelompok orang mendeklarasikan pengaktifan kembali Partai Masyumi, di Gedung Dewan Dakwah, Jakarta Pusat, Sabtu (7/11).
Deklarasi pengaktifan atau pendirian kembali Masyumi itu dipimpin Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PPII) A. Cholil Ridwan.
"Kami yang bertandatangan di bawah ini, mendeklarasikan kembali aktifnya partai politik Islam Indonesia yang dinamakan Masyumi," kata Cholil dalam deklarasi yang disiarkan secara virtual, Sabtu (7/11).
Deklarasi itu menjadi konsumsi politik. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang notabene juga partai berbasis Islam turut mendoakan kemunculan Partai Masyumi.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, kemunculan Partai Masyumi sehat bagi demokrasi. Di alam demokrasi, semua pihak punya hak untuk berpolitik dan mendirikan partai politik sekalipun.
"Semua punya hak. Mendoakan kemunculan partai baru dapat menyehatkan demokrasi. Eksperimen demokrasi kita memang memberi kesempatan bagi mereka yang ingin mendirikan partai politik," ujar Mardani dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu petang.
Sementara itu, saat disinggung lebih jauh mengenai keberadaan Partai Masyumi dan kaitannya dengan Pemilu 2024, Mardani menyatakan pihaknya tidak merasa terancam dengan keberadaan partai Islam yang bersejarah itu.
"PKS tidak merasa terancam karena tiap partai punya segmen yang digarap. Dengan pengalaman lima kali pemilu, PKS sudah memiliki basis yang kokoh baik di perkotaan maupun di pedesaan," pungkas anggota DPR ini.
Sekadar informasi, Masyumi didirikan atas restu pemerintahan pendudukan Jepang pada 7 November 1945. Dengan merestui pendirian Masyumi, Jepang bermaksud mengendalikan berbagai kelompok Islam di tanah air pada masa itu.
Awalnya, Masyumi adalah sebuah federasi dari empat organisasi Muslim pada masa itu, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam (PUI), dan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII).
Pada tahun 1955, Masyumi ikut pemilihan umum pertama dan berhasil menduduki posisi kedua di bawah Partai Nasional Indonesia (PNI). Perolehan suaranya melampaukan NU yang telah keluar dari Masyumi, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada tahun 1960, pemerintahan Soekarno melarang Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dituding berada di belakang serangkaian aksi pemberontakan dua tahun sebelumnya. (rmol.id/ima)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: