Nadiem Makarim Dapat Rapor Merah! Serikat Guru Nilai Kinerjanya Sangat Buruk
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengungkap hasil penilaian kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.
Setelah melakukan analisis, FSGI memberikan penilaian kinerja, dengan memberikan nilai rapor atau penilaian hasil kinerja menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 75.
Hasilnya, kinerja Mas Menteri selama setahun ini sangat buruk. FSGI memberikan rapor merah untuk Nadiem Makarim.
“FSGI selama satu tahun melakukan pemantauan kinerja dan memiliki sejumlah data survei terkait kinerja Mas Menteri selama satu tahun,” kata Sekjen FSGI Heru Purnomo di Jakarta, Minggu (25/10) dikutip dari JPNN.
Adapun kinerja yang dipilih untuk diberikan penilaian ada 8 yaitu sebagai berikut :
Kurikulum Darurat dengan nilai 80 (tuntas). BDR atau PJJ dengan nilai 55 (tidak tuntas). Hibah Merek Merdeka Belajar dengan nilai 60 (tidak tuntas). Bantuan Kuota Belajar dengan nilai 65 (tidak tuntas).
Penghapusan UN/USBN dengan nilai sempurna 100 (tuntas). Asesmen Nasional dengan nilai 75 (tuntas). Relaksasi BOS dengan nilai 60 (tidak tuntas). Program Organisasi Penggerak (POP) dengan nilai 50 (tidak tuntas).
“Dari 8 program yang dinilai, hanya 3 yang tuntas. Sedangkan 5 tidak tuntas dengan nilai rata-rata sebesar 68, sehingga dengan demikian mendikbud menurut versi FSGI mendapatkan nilai rapor merah atau tidak naik kelas,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan, gebrakan Nadiem Makarim di awal dengan Merdeka Belajar memberikan pencerahan dan munculnya harapan baru bahwa pendidikan Indonesia akan dikembalikan dengan semangat Ki Hajar Dewantara.
Namun, tak sedikit para pendidik yang bingung ketika Merdeka Belajar diwujudkan dalam 4 kebijakan, yaitu USBN diganti Ujian (Asesmen). UN diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dipersingkat menjadi 1 halaman Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lebih fleksibel.
Meski keempat wujud program Merdeka Belajar tersebut belum sepenuhnya dipahami tetapi dukungan publik masih lumayan.
Sayangnya, begitu Program Organisasi Penggerak (POP) lahir, publik mengkritik keras. Ini diperparah dengan fakta Merdeka Belajar yang digunakan Kemendikbud ternyata sudah didaftarkan sebagai merek dagang di Kementerian Hukum HAM oleh sebuah Perseroan Terbatas (PT).
“Sampai di sini, kepercayaan publik mulai menurun,” ujar Heru.
Publik semakin ragu dengan kemampuan Mendikbud Nadiem ketika kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR), atau lebih dikenal dengan istilah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sarat masalah dan tak kunjung terlihat perbaikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: