UU Omnibus Law Disahkan, Besaran Upah Minimum Provinsi Masih Mengacu Aturan Lama

UU Omnibus Law Disahkan, Besaran Upah Minimum Provinsi Masih Mengacu Aturan Lama

Meski Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) telah disahkan, namun pengaturan dan penepatan Upah Minimum Provinsi (UMP) di 2021 masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 tentang Pengupahan.

“Terkait dengan upah minimum tahun 2021. Saya kira kalau kita sementara ini acuan tentang penetapan upah minimum itu adalah berdasarkan PP 78/2015,” kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, dalam keterangannya, kemarin (9/10).

Sebetulnya, lanjut Ida, pengaturan UMP 2021 tidak lagi mengikuti PP 78/2015. Ini karena ada pengaturan bahwa dalam kurun waktu lima tahun akan ada peninjauan Komponen Hidup Layak (KHL) yang jatuhnya pada tahun 2021.

“Memang ada perubahan komponen komponen KHL untuk tahun 2021 ini,” ujarnya.

Namun dia memperkirakan, di tengah pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19, maka kemungkinan penepatan UMP 2021 tidak akan naik. "Ya, kita semua tahu akibat dari pandemi Covid-19 ini pertumbuhan ekonomi kita minus. Saya kira tidak memungkinkan bagi kita menetapkan secara normal sebagaimana peraturan pemerintah maupin sebagaimana undang-undang peraturan perundang-undangan,” tuturnya.

Ida mengungkapkan, dirinya mendapatkan saran dari Dewan Pengupahan Nasional (DPN), terkait naik tidaknya UMP 2021. Sarannya yakni jika Kemenaker memaksakan menaikkan atau mengikuti PP 78/015, maka akan banyak perusahaan yang tidak mampu membayar UMP.

“Kami mendapatkan saran dari dewan pengupahan nasional yang saran ini akan menjadi acuan bagi kami menteri untuk menetapkan upah minimum tahun 2021, karena kalau kita paksakan mengikuti PP 78 atau mengikuti undang-undang baru ini pasti akan banyak sekali perusahaan perusahaan yang tidak mampu membayar upah minimum provinsi,” bebernya.

Sementara, kata dia, rekomendasi yang diberikan oleh DPN adalah kembali pada UMP tahun 2020, yakni besaran kenaikan upah dihitung berdasarkan besaran pertumbuhan ekonomi ditambah dengan inflasi. “Tapi nanti pasti kami akan aktif, karena kami akan mendengarkan sekali lagi DPN," ucapnya.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sebelumnya meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2021 sekurang-kurangnya sebesar 8 persen. Di mana kenaikan tersebut setara dengan kenaikan upah minimum dalam tiga tahun terakhir.

“Walaupun pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi minus dalam 2 kuartal terakhir, tetapi daya beli masyarakat harus tetap dijaga. Dengan demikian, adanya inflansi harga barang tetap terjangkau dengan adanya kenaikan upah yang wajar,” ujar Presiden KSPI, Said Iqbal.

Dengan kenaikan upah minimum sekurang-kurangnya 8 persen tersebut, kata Said Iqbal, bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, sekaligus sebagai upaya untuk melakukan recovery ekonomi.

Dia membandingkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000. Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen. 

Padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen. Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen.

“Jadi tidak ada alasan upah minimum tahun 2020 ke 2021 tidak ada kenaikan, karena pertumbuhan ekonomi sedang minus,” tukasnya. (din/zul/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: