18 Bulan Jadi Tersangka, Dua Pejabat Wika Baru Ditahan KPK

18 Bulan Jadi Tersangka, Dua Pejabat Wika Baru Ditahan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Manajer Wilayah II/Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) I Ketut Suarbawa dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Jembatan Waterfront Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar Adnan.

Keduanya merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Jembatan Waterfront City atau Jembatan Bangkinang tahun anggaran 2015-2016 di Kabupaten Kampar, Riau.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, keduanya ditetapkan sebagai tersangka sejak 14 Maret 2019 atau 18 bulan lalu. Suarbawa dan Adnan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang K4 KPK selama 20 hari ke depan terhitung sejak 29 September hingga 18 Oktober 2020.

"Sebelumnya akan dilakukan isolasi mandiri terlebih dahulu di Rutan KPK Kavling C1 dalam rangka pencegahan penyebaran wabah Covid-19," ujar Lili dalam jumpa pers secara virtual, Selasa (29/9).

Dalam proses penyidikan, kata Lili, KPK telah memeriksa sebanyak 73 saksi. Para saksi terdiri dari pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar, Pokja PBJ Kabupaten Kampar, DPRD Kabupaten Kampar, peserta lelang, pelaksana proyek dan pihak sub kontraktor, serta ahli pengadaan barang dan jasa, dan konstruksi.

Dalam konstruksi perkara, Lili menjelaskan, Adnan diduga melakukan pertemuan dengan Suarbawa dan beberapa pihak lainnya di Jakarta pada pertengahan 2013 menindaklanjuti rencana pembangunan Jembatan Waterfront City oleh Pemkab Kampar. Dalam pertemuan itu, Adnan memerintahkan pemberian Informasi tentang desain jembatan dan engineer’s estimate kepada Suarbawa.

PT Wijaya Karya pun memenangkan lelang proyek Jembatan Waterfront City yang diadakan oleh Kantor Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Kampar pada 19 Agustus 2013. Ruang lingkupnya yakni pengerjaan pondasi.

"Pada Oktober 2013 ditandatangani kontrak pembangunan Jembatan Waterfront City tahun anggaran 2013 dengan nilai Rp15.198.470.500 dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi jembatan dan masa pelaksanaan sampai 20 Desember 2014," kata Lili.

Setelah kontrak tersebut ditandatangani, jelas Lili, Adnan diduga meminta pembuatan engineer’s estimate pembangunan Jembatan Waterfront City tahun anggaran 2014 kepada konsultan. Suarbawa pun meminta kenaikan harga satuan untuk beberapa pekerjaan.

Lili menyatakan, pihaknya menduga kerja sama antara Adnan dan Suarbawa terkait penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) ini terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Setidaknya sampai pelaksanaan pembangunan Jembatan Waterfront City secara tahun jamak yang dibiayai APBD tahun 2015, APBD Perubahan tahun 2015 dan APBD tahun 2016.

"Atas perbuatan ini, ADN (Adnan) diduga menerima uang kurang lebih sebesar Rp1 miliar atau 1% dari nilai nilai kontrak. Diduga terjadi kolusi dan pengaturan tender yang melanggar hukum yang dilakukan oleh para tersangka," ucap Lili.

Perbuatan kedua tersangka itu, dikatakan Lili, diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp50 miliar dari nilai proyek pembangunan jembatan Waterfront City secara tahun jamak di tahun anggaran 2015 dan 2016 dengan total nilai kontrak Rp117,68 miliar.

Atas perbuatannya, Adnan dan Suarbawa disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (riz/gw/zul/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: