Irjen Napoleon Bonaparte Disebut Terima Suap Rp7 Miliar, Kuasa Hukum: Duitnya Mana? Itu Saja Buktikan

Irjen Napoleon Bonaparte Disebut Terima Suap Rp7 Miliar, Kuasa Hukum: Duitnya Mana? Itu Saja Buktikan

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte, bersikukuh tidak pernah menerima suap terkait Red Notice Joko Soegiarto Tjandra. Bareskrim Polri mengaku memiliki alat bukti kuat, jenderal polisi bintang dua itu disebut meminta Rp7 miliar.

"Termohon mempunyai bukti-bukti berkualitas berdasarkan proses pemeriksaan saksi-saksi, bukti surat, dan bukti lainn yang saling mendukung dan saling bersesuaian antara satu dan lainnya," jelas tim hukum Bareskrim Polri dalam sidang Praperadilan di PN Jakarta Selatan, Selasa (29/9).

Seperti diketahui, Irjen Pol Napoleon Bonaparte mengajukan praperadilan terkait status tersangka oleh Bareskrim Polri. Dalam permohonannya, Napoleon meminta PN Jaksel menetapkan surat penyidikan dan penetapan tersangka terhadapnya dibatalkan.

Alasannya, penyidikan tersebut cacat hukum. Selain itu, Napoleon optimistis penyidik Bareskrim tidak memiliki bukti yang kuat.

Dalam persidangan itu, tim kuasa hukum Bareskrim Polri mengungkap adanya pertemuan antara rekan bisnis Joko Tjandra yang bernama Tommy Sumardi dengan Napoleon. Disebutkan alumnus Akpol 1988 tersebut menyetujui pencabutan red notice Joko Tjandra dengan imbalan senilai Rp7 miliar.

"Pemohon melaksanakan dalam penerbitan surat-surat tersebut terjadi penerimaan dengan total Rp7 miliar. Walaupun pemohon menyangkal tidak menerima uang tersebut, patut dipertanyakan kembali atas prestasi pemohon menerbitkan surat-surat sampai perbuatan tersebut yang menguntungkan pihak pemilik surat yakni Joko Tjandra," jelasnya.

Bareskrim menyebut penerimaan uang Rp7 miliar itu dalam bentuk dolar Singapura dan USD. "Hal ini sebagai sesuatu yang menggambarkan pemohon telah bertindak tidak objektif dan tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya," lanjutnya.

Selain itu, tim hukum Bareskrim Polri menuturkan dalam tenggat April hingga Mei 2020, Napoleon memerintahkan Kombes Pol Tommy Arya untuk membuat beberapa produk surat yang berkaitan dengan red notice. Selanjutnya surat itu ditandatangani atas nama Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

"Sampai terhapusnya DPO atas nama Joko Tjandra dari sistem imigrasi," ungkapnya.

Tim hukum Bareskrim mengatakan awalnya Tommy Sumardi menyebut biaya penghapusan Red Notice sebesar Rp15 miliar. Namun, Joko Tjandra keberatan. Akhirnya disepakati Rp10 miliar.

Selanjutnya, Tommy Sumardi disebut mendatangi ruangan mantan Karo Korwas PPNS Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Melalui Prasetijo, Tommy minta diperkenalkan kepada pejabat di Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri.

"Kemudian, Tommy Sumardi bersama Prasetijo mendatangi ruangan Irjen Pol Napoleon selaku Kadiv Hubinter Polri. Yang bersangkutan menyampaikan red notice atas nama Joko Tjandra bisa dibuka asal ada Rp3 miliar," terang tim kuasa hukum Bareskrim tadi.

Saat itu, Tommy Sumardi sudah membawa uang dari Joko Tjandra sebesar USD 100 ribu. Uang USD 100 ribu itu dibagikan kepada tiga orang. Namun Napoleon menolak bagiannya dan meminta lebih.

"USD 20 ribu kepada Prasetijo, USD 30 ribu untuk Tommy Sumardi, dan USD 50 ribu untuk Irjen Napoleon Bonaparte. Namun Napoleon Bonaparte tidak mau menerima dengan jumlah tersebut. Dia meminta Rp7 miliar," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: