Kebijakan Anies Baswedan Direspon Negatif, Menko Perekonomian: Narik Rem Jangan Terburu-buru

Kebijakan Anies Baswedan Direspon Negatif, Menko Perekonomian: Narik Rem Jangan Terburu-buru

Cakupan orang yang menjalani tes dengan metode polymerase chain reaction (PCR) termasuk pemenuhan fasilitas kesehatan, bantuan sosial, yang diberikan Pemerintah Pusat untuk Pemprov DKI Jakarta ternyata tak memuaskan hati Gubernur Anies Bawedan. Pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Ibu Kota menjadi dalil pembenaran pascamelonjaknya wabah.

Sontak, kebijakan yang begitu cepat dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta itu pun menuai reaksi pasar modal, investor sampai politisi yang berada di jajaran Kabinet Pemerintahan Joko Widodo merespon negatif. Kekhawatiran lumpuhnya sendi ekonomi menjadi garis besar beban yang akan ditanggung sementara sejak awal DKI memang menjadi kawasan episentrum terbesar Covid-19 di Indonesia.

Dampaknya langsung terlihat. Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis sore ditutup melemah dipicu pemberlakuan kembali kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Ibu Kota.

Rupiah ditutup melemah 56 poin atau 0,38 persen menjadi Rp14.855 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.799 per dolar AS. Pasar lebih mengkhawatirkan PSBB Jakarta yang berpotensi akan mendorong perlambatan pemulihan Indonesia karena Jakarta memegang 70 persen perputaran uang di Indonesia.

Keputusan PSBB pun langsung ditanggapi dingin oleh Menteri Koordinator (Menko) Airlangga Hartarto. ”Kalau narik rem itu harapannya melihat kondisi secara relevan. Tidak pula mengabaikan sendi-sendi vital dan terlalu terburu-buru. Pasar modal tidak hanya merespon kebijakan investasi. Tapi juga kebijakan yang dibuat pemerintah,” terang Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Kamis (10/9) kemarin.

Untuk Jakarta dan wilayah lainnya, Menko menegaskan bahwa anggaran yang dimiliki pemerintah cukup untuk memenuhi fasilitas kesehatan (faskes) sesuai dengan kebutuhan dalam kasus Covid-19.

”Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada kapasitas kesehatan yang terbatas karena pemerintah mempunyai dana yang cukup,” kata Airlangga Hartarto dalam konferensi pers bersama BNPB.

Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah akan terus meningkatkan kapasitas rumah sakit dan fasilitas kesehatan dalam rangka memberi perhatian terhadap jumlah kasus Covid-19 yang terus meningkat. Ia menuturkan peningkatan fasilitas tersebut termasuk memanfaatkan hotel bintang dua dan tiga seperti di Sulawesi Selatan.

”Termasuk mempersiapkan ruang isolasi mandiri di Wisma Atlet, di mana Wisma Atlet juga mempersiapkan baik di tower lima dan enam maupun yang khusus pekerja dari luar negeri itu tower tujuh dan delapan,” terang Airlangga.

Selain itu, lanjut dia, pemerintah turut menambah jumlah kasur dan mendorong berbagai rumah sakit di DKI Jakarta untuk melakukan relaksasi terutama pada pasien yang keadaannya sudah hampir sembuh.

Sementara itu pemerintah juga telah memastikan ketersediaan obat baik untuk rumah sakit maupun pasien isolasi mandiri yang diperkirakan pada pekan depan akan bertambah 480 ribu obat.

Ditambahkannya, pemerintah juga akan menggelar Operasi Yustisi dengan tujuan untuk mengetatkan kedisiplinan masyarakat dengan melibatkan TNI dan Polri. ”Ini tadi sudah dilaporkan juga dalam komite yang melibatkan Wakapolri dan Wakasad sehingga ini akan terus dijalankan juga termasuk di perkantoran,” tegasnya.

PSBB pun direspon oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang. Bahkan secara jelas ia menyebutkan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menerapkan PSBB total mulai 14 September akan mempengaruhi kinerja industri manufaktur.

”DKI kembali akan menerapkan PSBB ketat. Ini tentu sedikit banyak akan kembali mempengaruhi kinerja industri manufaktur yang ada di RI apalagi kalau diikuti provinsi lain,” katanya dalam Rakornas Kadin Indonesia, kemarin.

Sumber: