Pemerintahan Jokowi Jangan Salahkan Pemda, Mardani Ali Sera: Penanganan COVID-19 Tanggung Jawab Pemerintah Pus
“Untuk itu, kita perlu terus fokus pada upaya pemulihan agar ekonomi dapat kembali di zona positif. Seperti Tiongkok dan Vietnam. Terlebih, para pakar pun menyebut keberhasilan kedua negara ini turut ditopang peran intermediasi sektor keuangan dan perbankan sehingga terhindar dari risiko crowding out,” terang Puteri di Jakarta, Kamis (3/9).
Di tengah kondisi pandemi, Pemerintah di seluruh dunia cenderung menempuh kebijakan fiskal yang ekspansif sebagai upaya penanganan wabah. Konsekuensinya, kebutuhan pembiayaan yang tinggi mendorong ditingkatkannya penerbitan surat berharga negara.
Dengan imbal hasil (yield) yang kompetitif dan tingkat risiko yang relatif aman, investor pun cenderung memilih SBN dibandingkan investasi pada sektor swasta. Puteri mendorong dimaksimalkannya fungsi intermediasi perbankan untuk menyalurkan dana pihak ketiga ke sektor riil.
“Yang sekarang perlu didorong adalah fungsi intermediasi perbankan. Artinya, memastikan likuiditas dari perbankan betul-betul mengalir ke sektor riil sehingga terjadi permintaan kredit. Dimana data pada bulan Juli, laju pertumbuhan kredit sangat rendah yaitu hingga 1,53 persen. Sedangkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga sebesar 8,53 persen. Namun, di tengah kondisi ketidakpastian ini, perbankan tentu masih was-was, terlebih dihadapkan dengan risiko kredit macet. Hal inilah yang mungkin mendorong perbankan lebih memilih untuk menggunakan likuiditasnya dalam bentuk investasi SBN,” tutur politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Dia juga menyoroti tingkat imbal hasil (yield) surat berharga Indonesia untuk tenor 10 tahun yang masih cukup tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang berkisar di level 6,8 persen, per akhir Agustus lalu.
Dengan imbal hasil yang kompetitif ini turut memicu investor untuk memilih berinvestasi pada SBN, sehingga mengalihkan dana yang mengalir ke perbankan dan pasar keuangan. Terlebih, kebutuhan pembiayaan APBN untuk penanganan COVID -19 melalui penerbitan SBN masih cukup tinggi hingga akhir tahun.
“Apabila kepemilikan SBN lebih banyak dikuasai investor domestik, tentu dapat meminimalisir risiko arus modal asing keluar atau capital outflows yang berakibat pada nilai tukar rupiah maupun imbal hasil SBN. Sementara, apabila mengandalkan pembiayaan dari SBN di pasar domestik, tentunya dihadapkan dengan risiko crowding out ini. Maka dari itu, pemerintah harus mewaspadai risiko-risiko tersebut dengan mendorong bauran kebijakan yang hati-hati dan akuntabel dalam pemenuhan pembiayaan anggaran tahun ini,” jelasnya.
Menurutnya, dukungan terhadap sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sudah diupayakan datang dari berbagai mekanisme. Mulai dari restrukturisasi, subsidi dan ekspansi kredit, penempatan dana pemerintah di bank umum, penjaminan pinjaman, hingga stimulus tunai bagi UMKM. (khf/fin/rh/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: